Problematika zakat

Problematika zakat


”Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang mau mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang-orang yang mengotorinya”. Q.S. Asy Syams ayat 8-10

Hari-hari kita lewati puasa ramadlon dengan penuh hikmah, tidak terasa sesaat lagi kita akan meninggalkan bulan keberkahan. sebagaimana tahun-tahun yang lalu sebelum kita mengakhiri puasa romadlon. kwajiban yang harus ditunaikan umat islam untuk kesempurnaan puasanya adalah melaksanakan zakat fitrah serta zakat mal pun dikeluarkan pada ahir romadlon, maraknya lembaga-lembaga sosial dan pemerintah yang membantu pendistribusian zakat amat menggugah kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan zakat dan pendistribusianya, tetapi disisi lain munculnya ekses negatif yang dilakukan oleh para pengelola zakat yang tidak profesional (dalam hukum) semisal harta zakat yang seharusnya diberikan secara cuma-cuma kepada mustahiqnya tetapi justru dibisniskan dalam bentuk penanaman modal/saham atau distribusi zakat yang tidak sesuai dengan keinginan syariat, lalu bagaimana kita selaku umat islam harus mensikapi?


Pemerintah bertanggung jawab terhadap pengelolaan zakat

Allah SWT berfirman ”Ambillah sedekah (zakat) dari sebagian harta mereka untuk mensucikan harta mereka dan membersihkan jiwa mereka dengan harta itu”. Q.S. at Taubah 103.
Ayat diatas mengandung beban perintah yang ditujukan kepada rosulullah SAW sebagai kepala nagara islam untuk memungut zakat dari mereka yang berhak mengeluarkan dan didistribusikanya kepada yang berhak, hal tersebut bisa dilihat pasca beliau wafat para khulafaur rosyidin mengambil zakat dari kalangan umat islam yang sudah waktunya menunaikan kuwajiban tersebut, bahkan kholifah Abu Bakar Assiddiq harus memerangi para pembangkang zakat pada masa kekuasaanya. Begitupun para penguasa islam berikutnya selalu mengambil tugas-tugas tersebut yang dibebankan kepada para Amil.
Rowaluddin bin Humam dalam kitabnya fathul Qodir jilid I hal 187 mengomentari ayat tersebut ”Bahwa dhohir ayat tersebut merupakan seruan secara mutlak kepada para penguasa islam (kholifah yang ditunjuk) untuk mengambil harta zakat dari kalangan umat islam yang mampu”, hal tersebut diperkuat pendapat imam Ar Rozy yang berkata ”ayat ini menunjukan bahwa terhadap zakat ini yang mengurus pengambilanya dan pembagianya adalah penguasa dan orang-orang yang ditunjuk” Tafsir Al Kabir. Imam Ar Rozy XVII hal 144.

Imam Ibnu Hajar Al Asqolany mengomentari hadits ”Ketika rosulullah SAW mengutus Muad bin Jabal ke Yaman dan beliau bersabda ”beritahukan kepada mereka (penduduk Yaman) bahwa Allah SWT telah mewajibkan atas sebagian harta mereka untuk disedekahkan. Ambillah ia dari orang-orang yang kaya untuk disedekahkan kepada yang fakir”.H.R Jama’ah.
Hadis ini dapat dijadikan sandaran bahwa penguasa islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab mengumpulkan dan membagikan zakat baik dilakukan sendiri secara lansung atau melalui wakilnya, siapa saja diantara mereka ada yang menolak mengeluarkan zakat hendaklah zakat itu diambil dari mereka secara paksa. (Fathul Bari, Ibnu Hajar al Asqolany III hal 360

Definisi seorang Amil

Dalam memahami pengertian Amil dalam surat At taubah ayat 60 maka sesungguhnya merupakan petunjuk yang kuat tentang adanya petugas yang memungut zakat dan membagikan zakat dan mereka itulah yang ditugaskan oleh pemerintah, serta menjadi profesinya yang mereka mendapat gaji dari pekerjaan tersebut, tidak seperti yang terjadi pemahaman banyak orang sekarang tentang keriteria Amil. Sebab para Amil yang ada sekarang ini sifatnya panitia yang bergerak dalam bidang sosial dan bertugas membantu keberlangsungan zakat, dan tugas itu sendiri sifatnya insidental bukan menjadi pekerjaan rutinitas, kecuali jika diantara anggota badan sosial tersebut (panitia) ada yang termasuk bagian dari delapan asnaf (golongan) maka ia berhak atas bagian zakat, disisi lain mengingatkan akan suatu kebenaran adalah tugas seluruh umat islam, inilah yang menjadi pembeda definisi Amil zakat yang sebenarnya. Lihat Fiqhus Sunnah karya Dr As Sayyid Sabiq I hal 327.
Hal senada juga diperjelas oleh imam Al Qurthubi “Bahwasanya Amil adalah petugas yang diangkat oleh pemerintah (imam atau kholifah) untuk mengambil dan mengumpulkan zakat seijin dari imam tersebut “Al Qurthubi 177
Imam Nawawi berkata “Wajib bagi seorang imam menugaskan seorang petugas untuk mengambil zakat sebab nabi dan para kholifah sesudah beliaupun selalu mengutus petugas zakat ini hal tersebut dilakukan karena diantara manusia ada yang memiliki harta tetapi tidak tahu (tidak bisa menghitung) apa yang wajib dikeluarkan baginya, selain itu adapulah orang-orang yang kikir sehingga wajib bagi penguasa mengutus seseorang untuk mengambilnya”. ( Majmu’ syarah Muhadzab VI hal 167}
Pendapat inilah yang diminati dan diikuti oleh para madzhab ahli Hadits, berbeda dengan madzhab ahli Feqih

Siapa penguasa itu?

Penguasa/imam yang dimaksud oleh para ulama dalam membahas hal tersebut adalah kepala Negara yang menerapkan syariat islam dalam hidup bermasyarakat maupun bernegara yang melindungi dan memelihara semua urusan kaum muslimin diseluruh dunia, menjamin kehidupan mereka menegakan jihad dan menebarkan dakwah islam, hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah SWT “Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah rosul-Nya dan Ulil Amri diantara kamu” Q.S. An Nisa’ 59.
Pengertian Ulil Amri disini adalah para penguasa yang menerapkan hokum-hukum islam dalam kontek Negara dan masyarakat. (lihat tafsir At Thobari I hal 525 dan Fathul Qodir karya Imam as Syaukani I hal 481.

Penguasa dholim, haruskah patuh?

Penguasa dholim ada dua katagori.
Pertama, penguasa dholim dalam arti ia mendholimi dirinya sendiri atau orang lain sehingga ia terjerumus dalam kemaksiatan namun ia sadar diri akan penerapan syariat islam sebagi sistem yang mengatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dalam hal ini umat islam masih diperintahkan untuk menyerahkan harta zakatnya kepada mereka sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Wail bin hajr ia berkata “aku mendengar seseorang bertanya kepada rosulullah SAW “bagaimana pendapat Engkau jika kami memiliki para penguasa yang tidak mau memberikan hak mereka kepada kami, tetapi mereka malah meminta haknya dari kami?” nabi menjawab “Dengar dan taatilah mereka sesungguhnya bagi mereka apa yang mereka perbuat dan bagi kamu apa yang kamu kerjakan”.H.R.Muslim,Tirmidzi (lihat Nailul Author IV hal 644.
Itu semua disebabkan karena islam memandang pada diri manusia pasti ada salah, sehingga kadang kala terjerumus pada yang diharamkan Allah SWT, begitupula para penguasa tidak luput dari kesalahan.

Kedua, Penguasa dholim dalam arti ia mengkufuri sebagaian ayat-ayat Al Qur’an dan As-Sunnah atau mengkufuri keseluruhan ajaran islam dan menyerang orang-orang islam serta menghalangi para pengemban da’wah, maka terhadap penguasa tersebut kita tidak boleh menyerahkan zakat kepada mereka, hal ini dijelaskan oleh Syekh Rosyid Ridlo secara detail dalam tafsir Al Manar “…kebanyakan kaum muslimin berada dibawa cengkraman kekuasaan barat (Eropa) sebagaian lagi ada dibawah pemerintahan yang murtad terhadap islam atau mengingkari ajaran islam. Bagi penguasa yang tunduk kepada kekuasaan barat mereka hanya mendiamai teritorial yang relatif kecil (Sempit). Barat menjadikan mereka sebagai penguasa boneka. Mereka telah dijadikan oleh barat sebagai alat untuk menaklukan suku-suku dengan nama islam. Padahal sesungguhnya dengan cara itu mereka menghancurkan islam. Mereka telah menggunakan urusan-urusan dalam kemaslahatan kaum muslimin dan hartanya yang bersifat khusus atas nama agama. Seperti zakat, wakaf dan lain-lain. Terhadap pemerintahan semacam ini, zakat tidak boleh diserahkan kepada mereka apapun nama panggilan mereka dan agama resmi mereka”.dalam hal ini maka muzakky harus menyerahkan secara langsung kepada mustahiq. Inilah pendapat yang dipegangi oleh imam Syafi’i pada qoul jadidnya (lihat fiqhuz zakat karya Yusuf Qordlowi II hal 786)


0 komentar: