Panduan zakat Fitrah

”Sungguh telah menang orang yang mengeluarkan zakat fitrah-nya, menyebut nama Tuhanya (mengucap takbir) lalu ia mengerjakan sholat iedul Fitri”. Q.S. Al A’la 14.

Tinggal selangkah kesempurnaan umat islam dalam menjalankan ibadah dibulan suci ramadlon ini, ibadah yang penuh dengan kemuliyaan dihari hari-harinya, amal ibadah fardlu yang dilipat gandakan pahalanya dengan tuju puluh kali sedangkan amalan sunah dilipat gandakan laksana ibadah fardlu. Para syetan-syetan dibelenggu demi kemuliaan romadlon serta adanya kesempatan agar umat islam ber-Tafarruh (meng-optimalkan diri) dengan segala kemampuan yang dimiliki dan mengisi romadlon dengan kebajikan, ahir dari kerja keras itu haruslah ditutup dengan mengeluarkan zakat fitrah sebagai pembersih jiwa-jiwa yang menjalankan ibadah puasa. Mudah-mudahan kita semua mendapatkan kemulyaan didalam menjalankan ibadah puasa romadlon ini. Amin.

Makna zakat

Zakat ditinjau dari bahasnya mempunyai tiga arti yaitu

1.Toharoh (kesucian) artinya zakat yang dibebankan Allah SWT kepada hambanya adalah sebagai proses mensucikan diri dari kesalahan dan kekotoran jiwa semasa hidupnya baik yang tersengaja atau yang tidak tersengaja. 2.An Nama’ (Bertambah) artinya zakat adalah proses atau bentuk usaha agar seseorang dalam segala aspek kehidupanya hususnya dalam harta ada peningkatan dan kesejahtraan. 3.Al Barokah Artinya dalam zakat itu sendiri ada proses penggalian nilai (maknawi) yang tidak bisa dihitung atau dibandingkan dengan materi, karena ketentraman jiwa seorang tidaklah sekedar bertumpuh pada materi yang diprioritaskan akan tetapi keberkahan yang mampu mengatasi hajat hidup.
Adapun makna zakat dari sisi syariat adalah nama bagi pengambilan tertentu dari peristiwa tertentu menurut sifat-sifat yang tertentu pula untuk diberikan kepada golongan tertentu (yang berhak mendapatkanya). (Kitab Al Majmu’ V/325)

Zakat Fitrah

Ada perbedaan makna dari sisi bahasa antara zakat fitrah (atau zakat fitroti) dengan zakat fitri. Zakat fitrah bermakna zakat yang dikeluarkan seorang muslim sebagai proses pensucian atas kesalahanya selama menjalankan puasa romadlon. Zakat fitri adalah zakat yang dikeluarkan seorang muslim menjelang iedul fitri dan tanpa memandang hikmah atau tujuan dibalik pelaksanaan zakat tersebut. Sedangkan zakat fitrah diwajibkan bagi setiap orang yang menjumpai bagian ahir romadlon dan bagian awal bulan syawal meski bayi yang baru saja lahir dan setiap orang juga berkuwajiban mengeluarkan zakat fitrah bagi orang yang berada dibawah/dalam tanggunganya baik itu anaknya, pembantunya atau orang-orang yang dalam tanggungan atas keberlangsungan hidupnya. Adapun kadar zakat fitrah adalah 1 sho’ (4 mud=2,175 gram) dari makanan pokok (yang mengenyangkan) yang ia makan pada hari itu sebagai makanan keseharianya, sebagian pendapat ulama’ (termasuk imam Abu Hanifah) membolehkan zakat fitrah diganti dengan uang yang nilaianya sama dengan harga beras yang ia makan(lihat Al Bukhori Sindy I/263 dan faridlotuz Zakat hal 79)

Spesifikasi zakat Fitrah

Para Ulama’ ahli hadits berpendapat bahwasanya zakat fitrah diberikan husus kepada fakir dan miskin saja dan tidak harus diberikan kepada delapan golongan karena zakat fitrah punya nilai yang berbeda dengan zakat-zakat yang lainya sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Ibnu Abbas RA berkata ”Rosulullah SAW memfardlukan zakat fitrah adalah untuk mensucikan orang yang berpuasa dari segala perkataan yang keji dan buruk yang mereka lakukan dalam mereka berpuasa dan untuk menjadi makanan bagi orang miskin”. H.R. Abu Dawud dan Ibnu Majah

Imam Ibnu Rusyd berpendapat bahwasanya kekhususan zakat fitrah diberikan kepada fakir miskin ini merupakan ijma’ ulama’ (fiqih Zakat II/956)

Waktu mengeluarkan zakat

1. Boleh dikeluarkan mulai awal romadlon (pendapat Imam Syafi’i)
2. Boleh dikeluarkan dua hari sebelum lebaran (pendapat Ibnu Umar)
3. adapun waktu wajibnya mengeluarkan zakat fitrah adalah akhir romadlon sampai pada hari raya iedul fitri sebagaimana dalam hadits ”Maka barang siapa yang mengeluarkan zakat fitrah sebelum sholat ied fitri maka diterima zakatnya dan barang siapa yang mengeluarkannya setelah sholat ied fitri maka itu tergolong shodaqoh dari sekian banyak shodaqoh.” H.R Abi Dawud

Ragam massalah

1.Zakat fitrah tidak diperkenankan untuk diproduktifkan, karena zakat fitrah bersifat konsumtif dan harus habis tersalurkan pada fakir miskin di Hari raya idul fitri karena zakat fitrah itu terkait oleh waktu, adapun badan atau lembaga sosial atau Ta’mir masjid yang diberikan wewenang oleh muzakky menjadi wakil penyerahan zakat kepada mustahiq tidak diperbolehkan menangguhkan atau menyimpan sejumlah zakat untuk usaha produktif bagi kepentingan dirinya sendiri baik sebagai deposito bagi rekeningnya dalam kasnya atau sebagai sumbangan bulanan (Fiqhul Manhaji ’Ala madzhabil Imam Syafii hal 59 dan risalah zakat karya K.H. Ihya Ulumiddin hal 20)

2.Rosulullah SAW bersabda dari Imam abu Dawud dari Ibnu Abbas ia berkata ”Rosulullah mewajibkan zakat fitrah untuk mensucikan orang yang berpuasa dari segala perkataan yang keji dan buruk yang mereka lakukan dalam mereka berpuasa dan sebagai makanan untuk orang-orang miskin”. (fiqhussunah I hal 439) dan dalam riwayat imam Al baihaqi disebutkan ”Maka cukupilah mereka (orang-orang fakir dan miskin) pada hari ini(idul Fitri)”
Berdasarkan hadits diatas maka selayaknya zakat fitrah itu dibagikan kepada orang fakir miskin saja tidak untuk yang lainya, hal ini berbeda dengan zakat mal sebagaimana sabdanya ”Sesungguhnya Allah SWT telah mewajibkan kamu mengeluarkan zakat yang dipungut dari orang-orang kaya diantara mereka lalu dikembalikan kepada orang-orang kafir diantara mereka”.H.R. Bukhori dan Muslim
Sedangkan zakat maal dan infaq-infaq sunnah diperkenankan untuk bersifat produktif jika secara konsumtif membuat mereka malas, hal ini dikarenakan zakat mal dan infaq tidak terkait dengan waktu. Dalam rangka mengentaskan kemiskinan seorang penguasa atau lembaga zakat dengan kebijakanya berhak mengarahkan zakat untuk diberikan kepada sasaran-sasaran yang yang dirasa lebih bermanfaat atau diberikan dalam bentuk yang bersifat produktif bagi mustahiq (lihat Bukhori I hal 251 dan Risalah zakat oleh KH Ihya’ Ulumiddin hal 19

3. Syekh Taqiyudin An Nabhani dalam kitab Nidzomul iqtishodi Fil Islam menjelaskan tentang harta zakat maal dimasukan pada kas Baitul Maal dan tidak diberikan selain untuk delapan golongan yang telah disebutkan dalam Al Qur’an. Jadi sedikitpun tidak boleh dari harta zakat itu diberikan selain dari delapan golongan tersebut semisal untuk pembangunan sarana-sarana fisik masjid, pesantren, pendidikan pembangunan jalan atau yang lain, karena alokasi dana tersebut sudah disediakan oleh Baitul Mal Negara dari sector kepemilikan umum, barang tambang, atau kekayaan alam yang lain atau berasal dari infaq sunnah dari kaum muslimin dan seorang kholifah dibolehkan berdasarkan ijtihad dan kemaslahatan umat memberikan zakat kepada siapa saja dari delapan golongan tersebut.

4. Kelebihan dari zakat adalah ia merupakan salah satu komponen ekonomi islam yang bersifat non sismetik. Artinya kuwajiban membayar zakat akan tetap dapat dilaksanakan oleh umat islam sekalipun tanpa kehadiran intitusi Daulah Islamiyah sebagaimana kuwajiban sholat, puasa yang tidak harus adanya khilafah islam. Seorang muslim dianggap syah dan telah melaksanakan zakat ketika ia memberikan zakat kepada mustahiqnya, tetapi sekalipun demikian pengelolaan dan pemungutan serta pendistribusian zakat akan optoimal sesuai dengan misi syariat islam jika tegak adanaya intitusi


1 komentar:

Anonim mengatakan...
26 September 2008 pukul 14.00

Promosikan artikel anda di www.infogue.com. Telah tersedia widget shareGue dan pilihan widget lainnya serta nikmati fitur "info cinema", "game online" & kamus untuk para netter Indonesia. Salam!
http://agama.infogue.com/panduan_zakat_fitrah