Panduan zakat Fitrah

”Sungguh telah menang orang yang mengeluarkan zakat fitrah-nya, menyebut nama Tuhanya (mengucap takbir) lalu ia mengerjakan sholat iedul Fitri”. Q.S. Al A’la 14.

Tinggal selangkah kesempurnaan umat islam dalam menjalankan ibadah dibulan suci ramadlon ini, ibadah yang penuh dengan kemuliyaan dihari hari-harinya, amal ibadah fardlu yang dilipat gandakan pahalanya dengan tuju puluh kali sedangkan amalan sunah dilipat gandakan laksana ibadah fardlu. Para syetan-syetan dibelenggu demi kemuliaan romadlon serta adanya kesempatan agar umat islam ber-Tafarruh (meng-optimalkan diri) dengan segala kemampuan yang dimiliki dan mengisi romadlon dengan kebajikan, ahir dari kerja keras itu haruslah ditutup dengan mengeluarkan zakat fitrah sebagai pembersih jiwa-jiwa yang menjalankan ibadah puasa. Mudah-mudahan kita semua mendapatkan kemulyaan didalam menjalankan ibadah puasa romadlon ini. Amin.

Makna zakat

Zakat ditinjau dari bahasnya mempunyai tiga arti yaitu

1.Toharoh (kesucian) artinya zakat yang dibebankan Allah SWT kepada hambanya adalah sebagai proses mensucikan diri dari kesalahan dan kekotoran jiwa semasa hidupnya baik yang tersengaja atau yang tidak tersengaja. 2.An Nama’ (Bertambah) artinya zakat adalah proses atau bentuk usaha agar seseorang dalam segala aspek kehidupanya hususnya dalam harta ada peningkatan dan kesejahtraan. 3.Al Barokah Artinya dalam zakat itu sendiri ada proses penggalian nilai (maknawi) yang tidak bisa dihitung atau dibandingkan dengan materi, karena ketentraman jiwa seorang tidaklah sekedar bertumpuh pada materi yang diprioritaskan akan tetapi keberkahan yang mampu mengatasi hajat hidup.
Adapun makna zakat dari sisi syariat adalah nama bagi pengambilan tertentu dari peristiwa tertentu menurut sifat-sifat yang tertentu pula untuk diberikan kepada golongan tertentu (yang berhak mendapatkanya). (Kitab Al Majmu’ V/325)

Zakat Fitrah

Ada perbedaan makna dari sisi bahasa antara zakat fitrah (atau zakat fitroti) dengan zakat fitri. Zakat fitrah bermakna zakat yang dikeluarkan seorang muslim sebagai proses pensucian atas kesalahanya selama menjalankan puasa romadlon. Zakat fitri adalah zakat yang dikeluarkan seorang muslim menjelang iedul fitri dan tanpa memandang hikmah atau tujuan dibalik pelaksanaan zakat tersebut. Sedangkan zakat fitrah diwajibkan bagi setiap orang yang menjumpai bagian ahir romadlon dan bagian awal bulan syawal meski bayi yang baru saja lahir dan setiap orang juga berkuwajiban mengeluarkan zakat fitrah bagi orang yang berada dibawah/dalam tanggunganya baik itu anaknya, pembantunya atau orang-orang yang dalam tanggungan atas keberlangsungan hidupnya. Adapun kadar zakat fitrah adalah 1 sho’ (4 mud=2,175 gram) dari makanan pokok (yang mengenyangkan) yang ia makan pada hari itu sebagai makanan keseharianya, sebagian pendapat ulama’ (termasuk imam Abu Hanifah) membolehkan zakat fitrah diganti dengan uang yang nilaianya sama dengan harga beras yang ia makan(lihat Al Bukhori Sindy I/263 dan faridlotuz Zakat hal 79)

Spesifikasi zakat Fitrah

Para Ulama’ ahli hadits berpendapat bahwasanya zakat fitrah diberikan husus kepada fakir dan miskin saja dan tidak harus diberikan kepada delapan golongan karena zakat fitrah punya nilai yang berbeda dengan zakat-zakat yang lainya sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Ibnu Abbas RA berkata ”Rosulullah SAW memfardlukan zakat fitrah adalah untuk mensucikan orang yang berpuasa dari segala perkataan yang keji dan buruk yang mereka lakukan dalam mereka berpuasa dan untuk menjadi makanan bagi orang miskin”. H.R. Abu Dawud dan Ibnu Majah

Imam Ibnu Rusyd berpendapat bahwasanya kekhususan zakat fitrah diberikan kepada fakir miskin ini merupakan ijma’ ulama’ (fiqih Zakat II/956)

Waktu mengeluarkan zakat

1. Boleh dikeluarkan mulai awal romadlon (pendapat Imam Syafi’i)
2. Boleh dikeluarkan dua hari sebelum lebaran (pendapat Ibnu Umar)
3. adapun waktu wajibnya mengeluarkan zakat fitrah adalah akhir romadlon sampai pada hari raya iedul fitri sebagaimana dalam hadits ”Maka barang siapa yang mengeluarkan zakat fitrah sebelum sholat ied fitri maka diterima zakatnya dan barang siapa yang mengeluarkannya setelah sholat ied fitri maka itu tergolong shodaqoh dari sekian banyak shodaqoh.” H.R Abi Dawud

Ragam massalah

1.Zakat fitrah tidak diperkenankan untuk diproduktifkan, karena zakat fitrah bersifat konsumtif dan harus habis tersalurkan pada fakir miskin di Hari raya idul fitri karena zakat fitrah itu terkait oleh waktu, adapun badan atau lembaga sosial atau Ta’mir masjid yang diberikan wewenang oleh muzakky menjadi wakil penyerahan zakat kepada mustahiq tidak diperbolehkan menangguhkan atau menyimpan sejumlah zakat untuk usaha produktif bagi kepentingan dirinya sendiri baik sebagai deposito bagi rekeningnya dalam kasnya atau sebagai sumbangan bulanan (Fiqhul Manhaji ’Ala madzhabil Imam Syafii hal 59 dan risalah zakat karya K.H. Ihya Ulumiddin hal 20)

2.Rosulullah SAW bersabda dari Imam abu Dawud dari Ibnu Abbas ia berkata ”Rosulullah mewajibkan zakat fitrah untuk mensucikan orang yang berpuasa dari segala perkataan yang keji dan buruk yang mereka lakukan dalam mereka berpuasa dan sebagai makanan untuk orang-orang miskin”. (fiqhussunah I hal 439) dan dalam riwayat imam Al baihaqi disebutkan ”Maka cukupilah mereka (orang-orang fakir dan miskin) pada hari ini(idul Fitri)”
Berdasarkan hadits diatas maka selayaknya zakat fitrah itu dibagikan kepada orang fakir miskin saja tidak untuk yang lainya, hal ini berbeda dengan zakat mal sebagaimana sabdanya ”Sesungguhnya Allah SWT telah mewajibkan kamu mengeluarkan zakat yang dipungut dari orang-orang kaya diantara mereka lalu dikembalikan kepada orang-orang kafir diantara mereka”.H.R. Bukhori dan Muslim
Sedangkan zakat maal dan infaq-infaq sunnah diperkenankan untuk bersifat produktif jika secara konsumtif membuat mereka malas, hal ini dikarenakan zakat mal dan infaq tidak terkait dengan waktu. Dalam rangka mengentaskan kemiskinan seorang penguasa atau lembaga zakat dengan kebijakanya berhak mengarahkan zakat untuk diberikan kepada sasaran-sasaran yang yang dirasa lebih bermanfaat atau diberikan dalam bentuk yang bersifat produktif bagi mustahiq (lihat Bukhori I hal 251 dan Risalah zakat oleh KH Ihya’ Ulumiddin hal 19

3. Syekh Taqiyudin An Nabhani dalam kitab Nidzomul iqtishodi Fil Islam menjelaskan tentang harta zakat maal dimasukan pada kas Baitul Maal dan tidak diberikan selain untuk delapan golongan yang telah disebutkan dalam Al Qur’an. Jadi sedikitpun tidak boleh dari harta zakat itu diberikan selain dari delapan golongan tersebut semisal untuk pembangunan sarana-sarana fisik masjid, pesantren, pendidikan pembangunan jalan atau yang lain, karena alokasi dana tersebut sudah disediakan oleh Baitul Mal Negara dari sector kepemilikan umum, barang tambang, atau kekayaan alam yang lain atau berasal dari infaq sunnah dari kaum muslimin dan seorang kholifah dibolehkan berdasarkan ijtihad dan kemaslahatan umat memberikan zakat kepada siapa saja dari delapan golongan tersebut.

4. Kelebihan dari zakat adalah ia merupakan salah satu komponen ekonomi islam yang bersifat non sismetik. Artinya kuwajiban membayar zakat akan tetap dapat dilaksanakan oleh umat islam sekalipun tanpa kehadiran intitusi Daulah Islamiyah sebagaimana kuwajiban sholat, puasa yang tidak harus adanya khilafah islam. Seorang muslim dianggap syah dan telah melaksanakan zakat ketika ia memberikan zakat kepada mustahiqnya, tetapi sekalipun demikian pengelolaan dan pemungutan serta pendistribusian zakat akan optoimal sesuai dengan misi syariat islam jika tegak adanaya intitusi


Panduan zakat Fitrah

”Sungguh telah menang orang yang mengeluarkan zakat fitrah-nya, menyebut nama Tuhanya (mengucap takbir) lalu ia mengerjakan sholat iedul Fitri”. Q.S. Al A’la 14.

Tinggal selangkah kesempurnaan umat islam dalam menjalankan ibadah dibulan suci ramadlon ini, ibadah yang penuh dengan kemuliyaan dihari hari-harinya, amal ibadah fardlu yang dilipat gandakan pahalanya dengan tuju puluh kali sedangkan amalan sunah dilipat gandakan laksana ibadah fardlu. Para syetan-syetan dibelenggu demi kemuliaan romadlon serta adanya kesempatan agar umat islam ber-Tafarruh (meng-optimalkan diri) dengan segala kemampuan yang dimiliki dan mengisi romadlon dengan kebajikan, ahir dari kerja keras itu haruslah ditutup dengan mengeluarkan zakat fitrah sebagai pembersih jiwa-jiwa yang menjalankan ibadah puasa. Mudah-mudahan kita semua mendapatkan kemulyaan didalam menjalankan ibadah puasa romadlon ini. Amin.

Makna zakat

Zakat ditinjau dari bahasnya mempunyai tiga arti yaitu

1.Toharoh (kesucian) artinya zakat yang dibebankan Allah SWT kepada hambanya adalah sebagai proses mensucikan diri dari kesalahan dan kekotoran jiwa semasa hidupnya baik yang tersengaja atau yang tidak tersengaja. 2.An Nama’ (Bertambah) artinya zakat adalah proses atau bentuk usaha agar seseorang dalam segala aspek kehidupanya hususnya dalam harta ada peningkatan dan kesejahtraan. 3.Al Barokah Artinya dalam zakat itu sendiri ada proses penggalian nilai (maknawi) yang tidak bisa dihitung atau dibandingkan dengan materi, karena ketentraman jiwa seorang tidaklah sekedar bertumpuh pada materi yang diprioritaskan akan tetapi keberkahan yang mampu mengatasi hajat hidup.
Adapun makna zakat dari sisi syariat adalah nama bagi pengambilan tertentu dari peristiwa tertentu menurut sifat-sifat yang tertentu pula untuk diberikan kepada golongan tertentu (yang berhak mendapatkanya). (Kitab Al Majmu’ V/325)

Zakat Fitrah

Ada perbedaan makna dari sisi bahasa antara zakat fitrah (atau zakat fitroti) dengan zakat fitri. Zakat fitrah bermakna zakat yang dikeluarkan seorang muslim sebagai proses pensucian atas kesalahanya selama menjalankan puasa romadlon. Zakat fitri adalah zakat yang dikeluarkan seorang muslim menjelang iedul fitri dan tanpa memandang hikmah atau tujuan dibalik pelaksanaan zakat tersebut. Sedangkan zakat fitrah diwajibkan bagi setiap orang yang menjumpai bagian ahir romadlon dan bagian awal bulan syawal meski bayi yang baru saja lahir dan setiap orang juga berkuwajiban mengeluarkan zakat fitrah bagi orang yang berada dibawah/dalam tanggunganya baik itu anaknya, pembantunya atau orang-orang yang dalam tanggungan atas keberlangsungan hidupnya. Adapun kadar zakat fitrah adalah 1 sho’ (4 mud=2,175 gram) dari makanan pokok (yang mengenyangkan) yang ia makan pada hari itu sebagai makanan keseharianya, sebagian pendapat ulama’ (termasuk imam Abu Hanifah) membolehkan zakat fitrah diganti dengan uang yang nilaianya sama dengan harga beras yang ia makan(lihat Al Bukhori Sindy I/263 dan faridlotuz Zakat hal 79)

Spesifikasi zakat Fitrah

Para Ulama’ ahli hadits berpendapat bahwasanya zakat fitrah diberikan husus kepada fakir dan miskin saja dan tidak harus diberikan kepada delapan golongan karena zakat fitrah punya nilai yang berbeda dengan zakat-zakat yang lainya sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Ibnu Abbas RA berkata ”Rosulullah SAW memfardlukan zakat fitrah adalah untuk mensucikan orang yang berpuasa dari segala perkataan yang keji dan buruk yang mereka lakukan dalam mereka berpuasa dan untuk menjadi makanan bagi orang miskin”. H.R. Abu Dawud dan Ibnu Majah

Imam Ibnu Rusyd berpendapat bahwasanya kekhususan zakat fitrah diberikan kepada fakir miskin ini merupakan ijma’ ulama’ (fiqih Zakat II/956)

Waktu mengeluarkan zakat

1. Boleh dikeluarkan mulai awal romadlon (pendapat Imam Syafi’i)
2. Boleh dikeluarkan dua hari sebelum lebaran (pendapat Ibnu Umar)
3. adapun waktu wajibnya mengeluarkan zakat fitrah adalah akhir romadlon sampai pada hari raya iedul fitri sebagaimana dalam hadits ”Maka barang siapa yang mengeluarkan zakat fitrah sebelum sholat ied fitri maka diterima zakatnya dan barang siapa yang mengeluarkannya setelah sholat ied fitri maka itu tergolong shodaqoh dari sekian banyak shodaqoh.” H.R Abi Dawud

Ragam massalah

1.Zakat fitrah tidak diperkenankan untuk diproduktifkan, karena zakat fitrah bersifat konsumtif dan harus habis tersalurkan pada fakir miskin di Hari raya idul fitri karena zakat fitrah itu terkait oleh waktu, adapun badan atau lembaga sosial atau Ta’mir masjid yang diberikan wewenang oleh muzakky menjadi wakil penyerahan zakat kepada mustahiq tidak diperbolehkan menangguhkan atau menyimpan sejumlah zakat untuk usaha produktif bagi kepentingan dirinya sendiri baik sebagai deposito bagi rekeningnya dalam kasnya atau sebagai sumbangan bulanan (Fiqhul Manhaji ’Ala madzhabil Imam Syafii hal 59 dan risalah zakat karya K.H. Ihya Ulumiddin hal 20)

2.Rosulullah SAW bersabda dari Imam abu Dawud dari Ibnu Abbas ia berkata ”Rosulullah mewajibkan zakat fitrah untuk mensucikan orang yang berpuasa dari segala perkataan yang keji dan buruk yang mereka lakukan dalam mereka berpuasa dan sebagai makanan untuk orang-orang miskin”. (fiqhussunah I hal 439) dan dalam riwayat imam Al baihaqi disebutkan ”Maka cukupilah mereka (orang-orang fakir dan miskin) pada hari ini(idul Fitri)”
Berdasarkan hadits diatas maka selayaknya zakat fitrah itu dibagikan kepada orang fakir miskin saja tidak untuk yang lainya, hal ini berbeda dengan zakat mal sebagaimana sabdanya ”Sesungguhnya Allah SWT telah mewajibkan kamu mengeluarkan zakat yang dipungut dari orang-orang kaya diantara mereka lalu dikembalikan kepada orang-orang kafir diantara mereka”.H.R. Bukhori dan Muslim
Sedangkan zakat maal dan infaq-infaq sunnah diperkenankan untuk bersifat produktif jika secara konsumtif membuat mereka malas, hal ini dikarenakan zakat mal dan infaq tidak terkait dengan waktu. Dalam rangka mengentaskan kemiskinan seorang penguasa atau lembaga zakat dengan kebijakanya berhak mengarahkan zakat untuk diberikan kepada sasaran-sasaran yang yang dirasa lebih bermanfaat atau diberikan dalam bentuk yang bersifat produktif bagi mustahiq (lihat Bukhori I hal 251 dan Risalah zakat oleh KH Ihya’ Ulumiddin hal 19

3. Syekh Taqiyudin An Nabhani dalam kitab Nidzomul iqtishodi Fil Islam menjelaskan tentang harta zakat maal dimasukan pada kas Baitul Maal dan tidak diberikan selain untuk delapan golongan yang telah disebutkan dalam Al Qur’an. Jadi sedikitpun tidak boleh dari harta zakat itu diberikan selain dari delapan golongan tersebut semisal untuk pembangunan sarana-sarana fisik masjid, pesantren, pendidikan pembangunan jalan atau yang lain, karena alokasi dana tersebut sudah disediakan oleh Baitul Mal Negara dari sector kepemilikan umum, barang tambang, atau kekayaan alam yang lain atau berasal dari infaq sunnah dari kaum muslimin dan seorang kholifah dibolehkan berdasarkan ijtihad dan kemaslahatan umat memberikan zakat kepada siapa saja dari delapan golongan tersebut.

4. Kelebihan dari zakat adalah ia merupakan salah satu komponen ekonomi islam yang bersifat non sismetik. Artinya kuwajiban membayar zakat akan tetap dapat dilaksanakan oleh umat islam sekalipun tanpa kehadiran intitusi Daulah Islamiyah sebagaimana kuwajiban sholat, puasa yang tidak harus adanya khilafah islam. Seorang muslim dianggap syah dan telah melaksanakan zakat ketika ia memberikan zakat kepada mustahiqnya, tetapi sekalipun demikian pengelolaan dan pemungutan serta pendistribusian zakat akan optoimal sesuai dengan misi syariat islam jika tegak adanaya intitusi


Panduan zakat Fitrah

”Sungguh telah menang orang yang mengeluarkan zakat fitrah-nya, menyebut nama Tuhanya (mengucap takbir) lalu ia mengerjakan sholat iedul Fitri”. Q.S. Al A’la 14.

Tinggal selangkah kesempurnaan umat islam dalam menjalankan ibadah dibulan suci ramadlon ini, ibadah yang penuh dengan kemuliyaan dihari hari-harinya, amal ibadah fardlu yang dilipat gandakan pahalanya dengan tuju puluh kali sedangkan amalan sunah dilipat gandakan laksana ibadah fardlu. Para syetan-syetan dibelenggu demi kemuliaan romadlon serta adanya kesempatan agar umat islam ber-Tafarruh (meng-optimalkan diri) dengan segala kemampuan yang dimiliki dan mengisi romadlon dengan kebajikan, ahir dari kerja keras itu haruslah ditutup dengan mengeluarkan zakat fitrah sebagai pembersih jiwa-jiwa yang menjalankan ibadah puasa. Mudah-mudahan kita semua mendapatkan kemulyaan didalam menjalankan ibadah puasa romadlon ini. Amin.

Makna zakat

Zakat ditinjau dari bahasnya mempunyai tiga arti yaitu

1.Toharoh (kesucian) artinya zakat yang dibebankan Allah SWT kepada hambanya adalah sebagai proses mensucikan diri dari kesalahan dan kekotoran jiwa semasa hidupnya baik yang tersengaja atau yang tidak tersengaja. 2.An Nama’ (Bertambah) artinya zakat adalah proses atau bentuk usaha agar seseorang dalam segala aspek kehidupanya hususnya dalam harta ada peningkatan dan kesejahtraan. 3.Al Barokah Artinya dalam zakat itu sendiri ada proses penggalian nilai (maknawi) yang tidak bisa dihitung atau dibandingkan dengan materi, karena ketentraman jiwa seorang tidaklah sekedar bertumpuh pada materi yang diprioritaskan akan tetapi keberkahan yang mampu mengatasi hajat hidup.
Adapun makna zakat dari sisi syariat adalah nama bagi pengambilan tertentu dari peristiwa tertentu menurut sifat-sifat yang tertentu pula untuk diberikan kepada golongan tertentu (yang berhak mendapatkanya). (Kitab Al Majmu’ V/325)

Zakat Fitrah

Ada perbedaan makna dari sisi bahasa antara zakat fitrah (atau zakat fitroti) dengan zakat fitri. Zakat fitrah bermakna zakat yang dikeluarkan seorang muslim sebagai proses pensucian atas kesalahanya selama menjalankan puasa romadlon. Zakat fitri adalah zakat yang dikeluarkan seorang muslim menjelang iedul fitri dan tanpa memandang hikmah atau tujuan dibalik pelaksanaan zakat tersebut. Sedangkan zakat fitrah diwajibkan bagi setiap orang yang menjumpai bagian ahir romadlon dan bagian awal bulan syawal meski bayi yang baru saja lahir dan setiap orang juga berkuwajiban mengeluarkan zakat fitrah bagi orang yang berada dibawah/dalam tanggunganya baik itu anaknya, pembantunya atau orang-orang yang dalam tanggungan atas keberlangsungan hidupnya. Adapun kadar zakat fitrah adalah 1 sho’ (4 mud=2,175 gram) dari makanan pokok (yang mengenyangkan) yang ia makan pada hari itu sebagai makanan keseharianya, sebagian pendapat ulama’ (termasuk imam Abu Hanifah) membolehkan zakat fitrah diganti dengan uang yang nilaianya sama dengan harga beras yang ia makan(lihat Al Bukhori Sindy I/263 dan faridlotuz Zakat hal 79)

Spesifikasi zakat Fitrah

Para Ulama’ ahli hadits berpendapat bahwasanya zakat fitrah diberikan husus kepada fakir dan miskin saja dan tidak harus diberikan kepada delapan golongan karena zakat fitrah punya nilai yang berbeda dengan zakat-zakat yang lainya sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Ibnu Abbas RA berkata ”Rosulullah SAW memfardlukan zakat fitrah adalah untuk mensucikan orang yang berpuasa dari segala perkataan yang keji dan buruk yang mereka lakukan dalam mereka berpuasa dan untuk menjadi makanan bagi orang miskin”. H.R. Abu Dawud dan Ibnu Majah

Imam Ibnu Rusyd berpendapat bahwasanya kekhususan zakat fitrah diberikan kepada fakir miskin ini merupakan ijma’ ulama’ (fiqih Zakat II/956)

Waktu mengeluarkan zakat

1. Boleh dikeluarkan mulai awal romadlon (pendapat Imam Syafi’i)
2. Boleh dikeluarkan dua hari sebelum lebaran (pendapat Ibnu Umar)
3. adapun waktu wajibnya mengeluarkan zakat fitrah adalah akhir romadlon sampai pada hari raya iedul fitri sebagaimana dalam hadits ”Maka barang siapa yang mengeluarkan zakat fitrah sebelum sholat ied fitri maka diterima zakatnya dan barang siapa yang mengeluarkannya setelah sholat ied fitri maka itu tergolong shodaqoh dari sekian banyak shodaqoh.” H.R Abi Dawud

Ragam massalah

1.Zakat fitrah tidak diperkenankan untuk diproduktifkan, karena zakat fitrah bersifat konsumtif dan harus habis tersalurkan pada fakir miskin di Hari raya idul fitri karena zakat fitrah itu terkait oleh waktu, adapun badan atau lembaga sosial atau Ta’mir masjid yang diberikan wewenang oleh muzakky menjadi wakil penyerahan zakat kepada mustahiq tidak diperbolehkan menangguhkan atau menyimpan sejumlah zakat untuk usaha produktif bagi kepentingan dirinya sendiri baik sebagai deposito bagi rekeningnya dalam kasnya atau sebagai sumbangan bulanan (Fiqhul Manhaji ’Ala madzhabil Imam Syafii hal 59 dan risalah zakat karya K.H. Ihya Ulumiddin hal 20)

2.Rosulullah SAW bersabda dari Imam abu Dawud dari Ibnu Abbas ia berkata ”Rosulullah mewajibkan zakat fitrah untuk mensucikan orang yang berpuasa dari segala perkataan yang keji dan buruk yang mereka lakukan dalam mereka berpuasa dan sebagai makanan untuk orang-orang miskin”. (fiqhussunah I hal 439) dan dalam riwayat imam Al baihaqi disebutkan ”Maka cukupilah mereka (orang-orang fakir dan miskin) pada hari ini(idul Fitri)”
Berdasarkan hadits diatas maka selayaknya zakat fitrah itu dibagikan kepada orang fakir miskin saja tidak untuk yang lainya, hal ini berbeda dengan zakat mal sebagaimana sabdanya ”Sesungguhnya Allah SWT telah mewajibkan kamu mengeluarkan zakat yang dipungut dari orang-orang kaya diantara mereka lalu dikembalikan kepada orang-orang kafir diantara mereka”.H.R. Bukhori dan Muslim
Sedangkan zakat maal dan infaq-infaq sunnah diperkenankan untuk bersifat produktif jika secara konsumtif membuat mereka malas, hal ini dikarenakan zakat mal dan infaq tidak terkait dengan waktu. Dalam rangka mengentaskan kemiskinan seorang penguasa atau lembaga zakat dengan kebijakanya berhak mengarahkan zakat untuk diberikan kepada sasaran-sasaran yang yang dirasa lebih bermanfaat atau diberikan dalam bentuk yang bersifat produktif bagi mustahiq (lihat Bukhori I hal 251 dan Risalah zakat oleh KH Ihya’ Ulumiddin hal 19

3. Syekh Taqiyudin An Nabhani dalam kitab Nidzomul iqtishodi Fil Islam menjelaskan tentang harta zakat maal dimasukan pada kas Baitul Maal dan tidak diberikan selain untuk delapan golongan yang telah disebutkan dalam Al Qur’an. Jadi sedikitpun tidak boleh dari harta zakat itu diberikan selain dari delapan golongan tersebut semisal untuk pembangunan sarana-sarana fisik masjid, pesantren, pendidikan pembangunan jalan atau yang lain, karena alokasi dana tersebut sudah disediakan oleh Baitul Mal Negara dari sector kepemilikan umum, barang tambang, atau kekayaan alam yang lain atau berasal dari infaq sunnah dari kaum muslimin dan seorang kholifah dibolehkan berdasarkan ijtihad dan kemaslahatan umat memberikan zakat kepada siapa saja dari delapan golongan tersebut.

4. Kelebihan dari zakat adalah ia merupakan salah satu komponen ekonomi islam yang bersifat non sismetik. Artinya kuwajiban membayar zakat akan tetap dapat dilaksanakan oleh umat islam sekalipun tanpa kehadiran intitusi Daulah Islamiyah sebagaimana kuwajiban sholat, puasa yang tidak harus adanya khilafah islam. Seorang muslim dianggap syah dan telah melaksanakan zakat ketika ia memberikan zakat kepada mustahiqnya, tetapi sekalipun demikian pengelolaan dan pemungutan serta pendistribusian zakat akan optoimal sesuai dengan misi syariat islam jika tegak adanaya intitusi


Problematika zakat

Problematika zakat


”Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang mau mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang-orang yang mengotorinya”. Q.S. Asy Syams ayat 8-10

Hari-hari kita lewati puasa ramadlon dengan penuh hikmah, tidak terasa sesaat lagi kita akan meninggalkan bulan keberkahan. sebagaimana tahun-tahun yang lalu sebelum kita mengakhiri puasa romadlon. kwajiban yang harus ditunaikan umat islam untuk kesempurnaan puasanya adalah melaksanakan zakat fitrah serta zakat mal pun dikeluarkan pada ahir romadlon, maraknya lembaga-lembaga sosial dan pemerintah yang membantu pendistribusian zakat amat menggugah kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan zakat dan pendistribusianya, tetapi disisi lain munculnya ekses negatif yang dilakukan oleh para pengelola zakat yang tidak profesional (dalam hukum) semisal harta zakat yang seharusnya diberikan secara cuma-cuma kepada mustahiqnya tetapi justru dibisniskan dalam bentuk penanaman modal/saham atau distribusi zakat yang tidak sesuai dengan keinginan syariat, lalu bagaimana kita selaku umat islam harus mensikapi?


Pemerintah bertanggung jawab terhadap pengelolaan zakat

Allah SWT berfirman ”Ambillah sedekah (zakat) dari sebagian harta mereka untuk mensucikan harta mereka dan membersihkan jiwa mereka dengan harta itu”. Q.S. at Taubah 103.
Ayat diatas mengandung beban perintah yang ditujukan kepada rosulullah SAW sebagai kepala nagara islam untuk memungut zakat dari mereka yang berhak mengeluarkan dan didistribusikanya kepada yang berhak, hal tersebut bisa dilihat pasca beliau wafat para khulafaur rosyidin mengambil zakat dari kalangan umat islam yang sudah waktunya menunaikan kuwajiban tersebut, bahkan kholifah Abu Bakar Assiddiq harus memerangi para pembangkang zakat pada masa kekuasaanya. Begitupun para penguasa islam berikutnya selalu mengambil tugas-tugas tersebut yang dibebankan kepada para Amil.
Rowaluddin bin Humam dalam kitabnya fathul Qodir jilid I hal 187 mengomentari ayat tersebut ”Bahwa dhohir ayat tersebut merupakan seruan secara mutlak kepada para penguasa islam (kholifah yang ditunjuk) untuk mengambil harta zakat dari kalangan umat islam yang mampu”, hal tersebut diperkuat pendapat imam Ar Rozy yang berkata ”ayat ini menunjukan bahwa terhadap zakat ini yang mengurus pengambilanya dan pembagianya adalah penguasa dan orang-orang yang ditunjuk” Tafsir Al Kabir. Imam Ar Rozy XVII hal 144.

Imam Ibnu Hajar Al Asqolany mengomentari hadits ”Ketika rosulullah SAW mengutus Muad bin Jabal ke Yaman dan beliau bersabda ”beritahukan kepada mereka (penduduk Yaman) bahwa Allah SWT telah mewajibkan atas sebagian harta mereka untuk disedekahkan. Ambillah ia dari orang-orang yang kaya untuk disedekahkan kepada yang fakir”.H.R Jama’ah.
Hadis ini dapat dijadikan sandaran bahwa penguasa islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab mengumpulkan dan membagikan zakat baik dilakukan sendiri secara lansung atau melalui wakilnya, siapa saja diantara mereka ada yang menolak mengeluarkan zakat hendaklah zakat itu diambil dari mereka secara paksa. (Fathul Bari, Ibnu Hajar al Asqolany III hal 360

Definisi seorang Amil

Dalam memahami pengertian Amil dalam surat At taubah ayat 60 maka sesungguhnya merupakan petunjuk yang kuat tentang adanya petugas yang memungut zakat dan membagikan zakat dan mereka itulah yang ditugaskan oleh pemerintah, serta menjadi profesinya yang mereka mendapat gaji dari pekerjaan tersebut, tidak seperti yang terjadi pemahaman banyak orang sekarang tentang keriteria Amil. Sebab para Amil yang ada sekarang ini sifatnya panitia yang bergerak dalam bidang sosial dan bertugas membantu keberlangsungan zakat, dan tugas itu sendiri sifatnya insidental bukan menjadi pekerjaan rutinitas, kecuali jika diantara anggota badan sosial tersebut (panitia) ada yang termasuk bagian dari delapan asnaf (golongan) maka ia berhak atas bagian zakat, disisi lain mengingatkan akan suatu kebenaran adalah tugas seluruh umat islam, inilah yang menjadi pembeda definisi Amil zakat yang sebenarnya. Lihat Fiqhus Sunnah karya Dr As Sayyid Sabiq I hal 327.
Hal senada juga diperjelas oleh imam Al Qurthubi “Bahwasanya Amil adalah petugas yang diangkat oleh pemerintah (imam atau kholifah) untuk mengambil dan mengumpulkan zakat seijin dari imam tersebut “Al Qurthubi 177
Imam Nawawi berkata “Wajib bagi seorang imam menugaskan seorang petugas untuk mengambil zakat sebab nabi dan para kholifah sesudah beliaupun selalu mengutus petugas zakat ini hal tersebut dilakukan karena diantara manusia ada yang memiliki harta tetapi tidak tahu (tidak bisa menghitung) apa yang wajib dikeluarkan baginya, selain itu adapulah orang-orang yang kikir sehingga wajib bagi penguasa mengutus seseorang untuk mengambilnya”. ( Majmu’ syarah Muhadzab VI hal 167}
Pendapat inilah yang diminati dan diikuti oleh para madzhab ahli Hadits, berbeda dengan madzhab ahli Feqih

Siapa penguasa itu?

Penguasa/imam yang dimaksud oleh para ulama dalam membahas hal tersebut adalah kepala Negara yang menerapkan syariat islam dalam hidup bermasyarakat maupun bernegara yang melindungi dan memelihara semua urusan kaum muslimin diseluruh dunia, menjamin kehidupan mereka menegakan jihad dan menebarkan dakwah islam, hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah SWT “Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah rosul-Nya dan Ulil Amri diantara kamu” Q.S. An Nisa’ 59.
Pengertian Ulil Amri disini adalah para penguasa yang menerapkan hokum-hukum islam dalam kontek Negara dan masyarakat. (lihat tafsir At Thobari I hal 525 dan Fathul Qodir karya Imam as Syaukani I hal 481.

Penguasa dholim, haruskah patuh?

Penguasa dholim ada dua katagori.
Pertama, penguasa dholim dalam arti ia mendholimi dirinya sendiri atau orang lain sehingga ia terjerumus dalam kemaksiatan namun ia sadar diri akan penerapan syariat islam sebagi sistem yang mengatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dalam hal ini umat islam masih diperintahkan untuk menyerahkan harta zakatnya kepada mereka sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Wail bin hajr ia berkata “aku mendengar seseorang bertanya kepada rosulullah SAW “bagaimana pendapat Engkau jika kami memiliki para penguasa yang tidak mau memberikan hak mereka kepada kami, tetapi mereka malah meminta haknya dari kami?” nabi menjawab “Dengar dan taatilah mereka sesungguhnya bagi mereka apa yang mereka perbuat dan bagi kamu apa yang kamu kerjakan”.H.R.Muslim,Tirmidzi (lihat Nailul Author IV hal 644.
Itu semua disebabkan karena islam memandang pada diri manusia pasti ada salah, sehingga kadang kala terjerumus pada yang diharamkan Allah SWT, begitupula para penguasa tidak luput dari kesalahan.

Kedua, Penguasa dholim dalam arti ia mengkufuri sebagaian ayat-ayat Al Qur’an dan As-Sunnah atau mengkufuri keseluruhan ajaran islam dan menyerang orang-orang islam serta menghalangi para pengemban da’wah, maka terhadap penguasa tersebut kita tidak boleh menyerahkan zakat kepada mereka, hal ini dijelaskan oleh Syekh Rosyid Ridlo secara detail dalam tafsir Al Manar “…kebanyakan kaum muslimin berada dibawa cengkraman kekuasaan barat (Eropa) sebagaian lagi ada dibawah pemerintahan yang murtad terhadap islam atau mengingkari ajaran islam. Bagi penguasa yang tunduk kepada kekuasaan barat mereka hanya mendiamai teritorial yang relatif kecil (Sempit). Barat menjadikan mereka sebagai penguasa boneka. Mereka telah dijadikan oleh barat sebagai alat untuk menaklukan suku-suku dengan nama islam. Padahal sesungguhnya dengan cara itu mereka menghancurkan islam. Mereka telah menggunakan urusan-urusan dalam kemaslahatan kaum muslimin dan hartanya yang bersifat khusus atas nama agama. Seperti zakat, wakaf dan lain-lain. Terhadap pemerintahan semacam ini, zakat tidak boleh diserahkan kepada mereka apapun nama panggilan mereka dan agama resmi mereka”.dalam hal ini maka muzakky harus menyerahkan secara langsung kepada mustahiq. Inilah pendapat yang dipegangi oleh imam Syafi’i pada qoul jadidnya (lihat fiqhuz zakat karya Yusuf Qordlowi II hal 786)


Problematika zakat

Problematika zakat


”Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang mau mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang-orang yang mengotorinya”. Q.S. Asy Syams ayat 8-10

Hari-hari kita lewati puasa ramadlon dengan penuh hikmah, tidak terasa sesaat lagi kita akan meninggalkan bulan keberkahan. sebagaimana tahun-tahun yang lalu sebelum kita mengakhiri puasa romadlon. kwajiban yang harus ditunaikan umat islam untuk kesempurnaan puasanya adalah melaksanakan zakat fitrah serta zakat mal pun dikeluarkan pada ahir romadlon, maraknya lembaga-lembaga sosial dan pemerintah yang membantu pendistribusian zakat amat menggugah kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan zakat dan pendistribusianya, tetapi disisi lain munculnya ekses negatif yang dilakukan oleh para pengelola zakat yang tidak profesional (dalam hukum) semisal harta zakat yang seharusnya diberikan secara cuma-cuma kepada mustahiqnya tetapi justru dibisniskan dalam bentuk penanaman modal/saham atau distribusi zakat yang tidak sesuai dengan keinginan syariat, lalu bagaimana kita selaku umat islam harus mensikapi?


Pemerintah bertanggung jawab terhadap pengelolaan zakat

Allah SWT berfirman ”Ambillah sedekah (zakat) dari sebagian harta mereka untuk mensucikan harta mereka dan membersihkan jiwa mereka dengan harta itu”. Q.S. at Taubah 103.
Ayat diatas mengandung beban perintah yang ditujukan kepada rosulullah SAW sebagai kepala nagara islam untuk memungut zakat dari mereka yang berhak mengeluarkan dan didistribusikanya kepada yang berhak, hal tersebut bisa dilihat pasca beliau wafat para khulafaur rosyidin mengambil zakat dari kalangan umat islam yang sudah waktunya menunaikan kuwajiban tersebut, bahkan kholifah Abu Bakar Assiddiq harus memerangi para pembangkang zakat pada masa kekuasaanya. Begitupun para penguasa islam berikutnya selalu mengambil tugas-tugas tersebut yang dibebankan kepada para Amil.
Rowaluddin bin Humam dalam kitabnya fathul Qodir jilid I hal 187 mengomentari ayat tersebut ”Bahwa dhohir ayat tersebut merupakan seruan secara mutlak kepada para penguasa islam (kholifah yang ditunjuk) untuk mengambil harta zakat dari kalangan umat islam yang mampu”, hal tersebut diperkuat pendapat imam Ar Rozy yang berkata ”ayat ini menunjukan bahwa terhadap zakat ini yang mengurus pengambilanya dan pembagianya adalah penguasa dan orang-orang yang ditunjuk” Tafsir Al Kabir. Imam Ar Rozy XVII hal 144.

Imam Ibnu Hajar Al Asqolany mengomentari hadits ”Ketika rosulullah SAW mengutus Muad bin Jabal ke Yaman dan beliau bersabda ”beritahukan kepada mereka (penduduk Yaman) bahwa Allah SWT telah mewajibkan atas sebagian harta mereka untuk disedekahkan. Ambillah ia dari orang-orang yang kaya untuk disedekahkan kepada yang fakir”.H.R Jama’ah.
Hadis ini dapat dijadikan sandaran bahwa penguasa islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab mengumpulkan dan membagikan zakat baik dilakukan sendiri secara lansung atau melalui wakilnya, siapa saja diantara mereka ada yang menolak mengeluarkan zakat hendaklah zakat itu diambil dari mereka secara paksa. (Fathul Bari, Ibnu Hajar al Asqolany III hal 360

Definisi seorang Amil

Dalam memahami pengertian Amil dalam surat At taubah ayat 60 maka sesungguhnya merupakan petunjuk yang kuat tentang adanya petugas yang memungut zakat dan membagikan zakat dan mereka itulah yang ditugaskan oleh pemerintah, serta menjadi profesinya yang mereka mendapat gaji dari pekerjaan tersebut, tidak seperti yang terjadi pemahaman banyak orang sekarang tentang keriteria Amil. Sebab para Amil yang ada sekarang ini sifatnya panitia yang bergerak dalam bidang sosial dan bertugas membantu keberlangsungan zakat, dan tugas itu sendiri sifatnya insidental bukan menjadi pekerjaan rutinitas, kecuali jika diantara anggota badan sosial tersebut (panitia) ada yang termasuk bagian dari delapan asnaf (golongan) maka ia berhak atas bagian zakat, disisi lain mengingatkan akan suatu kebenaran adalah tugas seluruh umat islam, inilah yang menjadi pembeda definisi Amil zakat yang sebenarnya. Lihat Fiqhus Sunnah karya Dr As Sayyid Sabiq I hal 327.
Hal senada juga diperjelas oleh imam Al Qurthubi “Bahwasanya Amil adalah petugas yang diangkat oleh pemerintah (imam atau kholifah) untuk mengambil dan mengumpulkan zakat seijin dari imam tersebut “Al Qurthubi 177
Imam Nawawi berkata “Wajib bagi seorang imam menugaskan seorang petugas untuk mengambil zakat sebab nabi dan para kholifah sesudah beliaupun selalu mengutus petugas zakat ini hal tersebut dilakukan karena diantara manusia ada yang memiliki harta tetapi tidak tahu (tidak bisa menghitung) apa yang wajib dikeluarkan baginya, selain itu adapulah orang-orang yang kikir sehingga wajib bagi penguasa mengutus seseorang untuk mengambilnya”. ( Majmu’ syarah Muhadzab VI hal 167}
Pendapat inilah yang diminati dan diikuti oleh para madzhab ahli Hadits, berbeda dengan madzhab ahli Feqih

Siapa penguasa itu?

Penguasa/imam yang dimaksud oleh para ulama dalam membahas hal tersebut adalah kepala Negara yang menerapkan syariat islam dalam hidup bermasyarakat maupun bernegara yang melindungi dan memelihara semua urusan kaum muslimin diseluruh dunia, menjamin kehidupan mereka menegakan jihad dan menebarkan dakwah islam, hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah SWT “Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah rosul-Nya dan Ulil Amri diantara kamu” Q.S. An Nisa’ 59.
Pengertian Ulil Amri disini adalah para penguasa yang menerapkan hokum-hukum islam dalam kontek Negara dan masyarakat. (lihat tafsir At Thobari I hal 525 dan Fathul Qodir karya Imam as Syaukani I hal 481.

Penguasa dholim, haruskah patuh?

Penguasa dholim ada dua katagori.
Pertama, penguasa dholim dalam arti ia mendholimi dirinya sendiri atau orang lain sehingga ia terjerumus dalam kemaksiatan namun ia sadar diri akan penerapan syariat islam sebagi sistem yang mengatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dalam hal ini umat islam masih diperintahkan untuk menyerahkan harta zakatnya kepada mereka sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Wail bin hajr ia berkata “aku mendengar seseorang bertanya kepada rosulullah SAW “bagaimana pendapat Engkau jika kami memiliki para penguasa yang tidak mau memberikan hak mereka kepada kami, tetapi mereka malah meminta haknya dari kami?” nabi menjawab “Dengar dan taatilah mereka sesungguhnya bagi mereka apa yang mereka perbuat dan bagi kamu apa yang kamu kerjakan”.H.R.Muslim,Tirmidzi (lihat Nailul Author IV hal 644.
Itu semua disebabkan karena islam memandang pada diri manusia pasti ada salah, sehingga kadang kala terjerumus pada yang diharamkan Allah SWT, begitupula para penguasa tidak luput dari kesalahan.

Kedua, Penguasa dholim dalam arti ia mengkufuri sebagaian ayat-ayat Al Qur’an dan As-Sunnah atau mengkufuri keseluruhan ajaran islam dan menyerang orang-orang islam serta menghalangi para pengemban da’wah, maka terhadap penguasa tersebut kita tidak boleh menyerahkan zakat kepada mereka, hal ini dijelaskan oleh Syekh Rosyid Ridlo secara detail dalam tafsir Al Manar “…kebanyakan kaum muslimin berada dibawa cengkraman kekuasaan barat (Eropa) sebagaian lagi ada dibawah pemerintahan yang murtad terhadap islam atau mengingkari ajaran islam. Bagi penguasa yang tunduk kepada kekuasaan barat mereka hanya mendiamai teritorial yang relatif kecil (Sempit). Barat menjadikan mereka sebagai penguasa boneka. Mereka telah dijadikan oleh barat sebagai alat untuk menaklukan suku-suku dengan nama islam. Padahal sesungguhnya dengan cara itu mereka menghancurkan islam. Mereka telah menggunakan urusan-urusan dalam kemaslahatan kaum muslimin dan hartanya yang bersifat khusus atas nama agama. Seperti zakat, wakaf dan lain-lain. Terhadap pemerintahan semacam ini, zakat tidak boleh diserahkan kepada mereka apapun nama panggilan mereka dan agama resmi mereka”.dalam hal ini maka muzakky harus menyerahkan secara langsung kepada mustahiq. Inilah pendapat yang dipegangi oleh imam Syafi’i pada qoul jadidnya (lihat fiqhuz zakat karya Yusuf Qordlowi II hal 786)


Problematika zakat

Problematika zakat


”Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang mau mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang-orang yang mengotorinya”. Q.S. Asy Syams ayat 8-10

Hari-hari kita lewati puasa ramadlon dengan penuh hikmah, tidak terasa sesaat lagi kita akan meninggalkan bulan keberkahan. sebagaimana tahun-tahun yang lalu sebelum kita mengakhiri puasa romadlon. kwajiban yang harus ditunaikan umat islam untuk kesempurnaan puasanya adalah melaksanakan zakat fitrah serta zakat mal pun dikeluarkan pada ahir romadlon, maraknya lembaga-lembaga sosial dan pemerintah yang membantu pendistribusian zakat amat menggugah kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan zakat dan pendistribusianya, tetapi disisi lain munculnya ekses negatif yang dilakukan oleh para pengelola zakat yang tidak profesional (dalam hukum) semisal harta zakat yang seharusnya diberikan secara cuma-cuma kepada mustahiqnya tetapi justru dibisniskan dalam bentuk penanaman modal/saham atau distribusi zakat yang tidak sesuai dengan keinginan syariat, lalu bagaimana kita selaku umat islam harus mensikapi?


Pemerintah bertanggung jawab terhadap pengelolaan zakat

Allah SWT berfirman ”Ambillah sedekah (zakat) dari sebagian harta mereka untuk mensucikan harta mereka dan membersihkan jiwa mereka dengan harta itu”. Q.S. at Taubah 103.
Ayat diatas mengandung beban perintah yang ditujukan kepada rosulullah SAW sebagai kepala nagara islam untuk memungut zakat dari mereka yang berhak mengeluarkan dan didistribusikanya kepada yang berhak, hal tersebut bisa dilihat pasca beliau wafat para khulafaur rosyidin mengambil zakat dari kalangan umat islam yang sudah waktunya menunaikan kuwajiban tersebut, bahkan kholifah Abu Bakar Assiddiq harus memerangi para pembangkang zakat pada masa kekuasaanya. Begitupun para penguasa islam berikutnya selalu mengambil tugas-tugas tersebut yang dibebankan kepada para Amil.
Rowaluddin bin Humam dalam kitabnya fathul Qodir jilid I hal 187 mengomentari ayat tersebut ”Bahwa dhohir ayat tersebut merupakan seruan secara mutlak kepada para penguasa islam (kholifah yang ditunjuk) untuk mengambil harta zakat dari kalangan umat islam yang mampu”, hal tersebut diperkuat pendapat imam Ar Rozy yang berkata ”ayat ini menunjukan bahwa terhadap zakat ini yang mengurus pengambilanya dan pembagianya adalah penguasa dan orang-orang yang ditunjuk” Tafsir Al Kabir. Imam Ar Rozy XVII hal 144.

Imam Ibnu Hajar Al Asqolany mengomentari hadits ”Ketika rosulullah SAW mengutus Muad bin Jabal ke Yaman dan beliau bersabda ”beritahukan kepada mereka (penduduk Yaman) bahwa Allah SWT telah mewajibkan atas sebagian harta mereka untuk disedekahkan. Ambillah ia dari orang-orang yang kaya untuk disedekahkan kepada yang fakir”.H.R Jama’ah.
Hadis ini dapat dijadikan sandaran bahwa penguasa islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab mengumpulkan dan membagikan zakat baik dilakukan sendiri secara lansung atau melalui wakilnya, siapa saja diantara mereka ada yang menolak mengeluarkan zakat hendaklah zakat itu diambil dari mereka secara paksa. (Fathul Bari, Ibnu Hajar al Asqolany III hal 360

Definisi seorang Amil

Dalam memahami pengertian Amil dalam surat At taubah ayat 60 maka sesungguhnya merupakan petunjuk yang kuat tentang adanya petugas yang memungut zakat dan membagikan zakat dan mereka itulah yang ditugaskan oleh pemerintah, serta menjadi profesinya yang mereka mendapat gaji dari pekerjaan tersebut, tidak seperti yang terjadi pemahaman banyak orang sekarang tentang keriteria Amil. Sebab para Amil yang ada sekarang ini sifatnya panitia yang bergerak dalam bidang sosial dan bertugas membantu keberlangsungan zakat, dan tugas itu sendiri sifatnya insidental bukan menjadi pekerjaan rutinitas, kecuali jika diantara anggota badan sosial tersebut (panitia) ada yang termasuk bagian dari delapan asnaf (golongan) maka ia berhak atas bagian zakat, disisi lain mengingatkan akan suatu kebenaran adalah tugas seluruh umat islam, inilah yang menjadi pembeda definisi Amil zakat yang sebenarnya. Lihat Fiqhus Sunnah karya Dr As Sayyid Sabiq I hal 327.
Hal senada juga diperjelas oleh imam Al Qurthubi “Bahwasanya Amil adalah petugas yang diangkat oleh pemerintah (imam atau kholifah) untuk mengambil dan mengumpulkan zakat seijin dari imam tersebut “Al Qurthubi 177
Imam Nawawi berkata “Wajib bagi seorang imam menugaskan seorang petugas untuk mengambil zakat sebab nabi dan para kholifah sesudah beliaupun selalu mengutus petugas zakat ini hal tersebut dilakukan karena diantara manusia ada yang memiliki harta tetapi tidak tahu (tidak bisa menghitung) apa yang wajib dikeluarkan baginya, selain itu adapulah orang-orang yang kikir sehingga wajib bagi penguasa mengutus seseorang untuk mengambilnya”. ( Majmu’ syarah Muhadzab VI hal 167}
Pendapat inilah yang diminati dan diikuti oleh para madzhab ahli Hadits, berbeda dengan madzhab ahli Feqih

Siapa penguasa itu?

Penguasa/imam yang dimaksud oleh para ulama dalam membahas hal tersebut adalah kepala Negara yang menerapkan syariat islam dalam hidup bermasyarakat maupun bernegara yang melindungi dan memelihara semua urusan kaum muslimin diseluruh dunia, menjamin kehidupan mereka menegakan jihad dan menebarkan dakwah islam, hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah SWT “Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah rosul-Nya dan Ulil Amri diantara kamu” Q.S. An Nisa’ 59.
Pengertian Ulil Amri disini adalah para penguasa yang menerapkan hokum-hukum islam dalam kontek Negara dan masyarakat. (lihat tafsir At Thobari I hal 525 dan Fathul Qodir karya Imam as Syaukani I hal 481.

Penguasa dholim, haruskah patuh?

Penguasa dholim ada dua katagori.
Pertama, penguasa dholim dalam arti ia mendholimi dirinya sendiri atau orang lain sehingga ia terjerumus dalam kemaksiatan namun ia sadar diri akan penerapan syariat islam sebagi sistem yang mengatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dalam hal ini umat islam masih diperintahkan untuk menyerahkan harta zakatnya kepada mereka sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Wail bin hajr ia berkata “aku mendengar seseorang bertanya kepada rosulullah SAW “bagaimana pendapat Engkau jika kami memiliki para penguasa yang tidak mau memberikan hak mereka kepada kami, tetapi mereka malah meminta haknya dari kami?” nabi menjawab “Dengar dan taatilah mereka sesungguhnya bagi mereka apa yang mereka perbuat dan bagi kamu apa yang kamu kerjakan”.H.R.Muslim,Tirmidzi (lihat Nailul Author IV hal 644.
Itu semua disebabkan karena islam memandang pada diri manusia pasti ada salah, sehingga kadang kala terjerumus pada yang diharamkan Allah SWT, begitupula para penguasa tidak luput dari kesalahan.

Kedua, Penguasa dholim dalam arti ia mengkufuri sebagaian ayat-ayat Al Qur’an dan As-Sunnah atau mengkufuri keseluruhan ajaran islam dan menyerang orang-orang islam serta menghalangi para pengemban da’wah, maka terhadap penguasa tersebut kita tidak boleh menyerahkan zakat kepada mereka, hal ini dijelaskan oleh Syekh Rosyid Ridlo secara detail dalam tafsir Al Manar “…kebanyakan kaum muslimin berada dibawa cengkraman kekuasaan barat (Eropa) sebagaian lagi ada dibawah pemerintahan yang murtad terhadap islam atau mengingkari ajaran islam. Bagi penguasa yang tunduk kepada kekuasaan barat mereka hanya mendiamai teritorial yang relatif kecil (Sempit). Barat menjadikan mereka sebagai penguasa boneka. Mereka telah dijadikan oleh barat sebagai alat untuk menaklukan suku-suku dengan nama islam. Padahal sesungguhnya dengan cara itu mereka menghancurkan islam. Mereka telah menggunakan urusan-urusan dalam kemaslahatan kaum muslimin dan hartanya yang bersifat khusus atas nama agama. Seperti zakat, wakaf dan lain-lain. Terhadap pemerintahan semacam ini, zakat tidak boleh diserahkan kepada mereka apapun nama panggilan mereka dan agama resmi mereka”.dalam hal ini maka muzakky harus menyerahkan secara langsung kepada mustahiq. Inilah pendapat yang dipegangi oleh imam Syafi’i pada qoul jadidnya (lihat fiqhuz zakat karya Yusuf Qordlowi II hal 786)


Sifat Puasa Rosulullah SAW - Upaya Menuju Puncak Taqwa ( 2 )

Sifat Puasa Rosulullah SAW
Upaya menuju puncak taqwa

Bagian II


”Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bisa menjauhi apa yang telah dilarang Allah, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu.......”Q.S Al Baqoroh 183-184

Al Qur’an Al karim telah memberikan methode bagi umatnya sebagai terapi atas lemahnya irodah (kemauan) yang menjangkiti kebanyakan orang muslim, sebab banyak saudara muslim kita yang enggan dan malas menjalankan puasa dengan alasan tidak kuat dan lain sebagainya bahkan kadang kala dengan terang-terangan tanpa rasa malu makan didepan mereka yang menjalankan puasa. Sesungguhnya seorang muslim yang terbina keyakinan dan amaliyahnya semestinya mampu menghasilkan sebuah karya nyata sesuai bakat alamiyah yang diberikan Allah SWT (Mauhibah) dan dengan catatan mauhibah itu ia wujudkan dengan ikhlas, bersungguh-sungguh dan konsisten dalam rangka mendekat dan mencari ridho Allah SWT dengan satu keyakinan seperti yang telah difirmankan ”Dialah Dzat yang menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaan-Nya). Dan Dia (Dzat) yang menentukan kadar (masing-masing) mahluknya dan memberi petunjuknya”. Q.S. Al A’laa ayat 2-3.


Terkait dengan ini Imam Sayyidina Ali RA mengatakan ”Nilai diri seseorang adalah profesionalitas yang ia miliki”, maka nilai diri orang berilmu adalah ilmunya, sedikit atau banyak ilmu itu, nilai dari seorang penyair adalah syairnya, baik syairnya itu bermutu atau sebaliknya, jadi nilai diri semua orang adalah Mauhibah atau aktivitas rutin (Hirfah) yang ia miliki bukan karena yang lainya, karena itulah seorang muslim hendaknya bersemangat kuat meninggikan nilainya dan menjadikan mahal harga dirinya dengan amal sholeh serta tidak usah merasa resah betapapun kenyataan hidupnya, baik ia ditakdirkan menjadi hamba yang tidak punya uang (dalam keadaan susah secara ekonomi) atau ia berkecukupan materi.

Kegagalan manusia dalam menghasilkan sebuah karya nyata (prestasi) disebabkan oleh lemahnya kemauan (Dhu’ful irodah) dan banyak mengeluh. Karena itu Allah SWT berfirman ”Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir, Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan sholat dengan rutin dan benar (daim)”. Q.S. Al maa’rij 19-22.
Dan dikatakan pula dalam sebuah syair ”janganlah menyangka kemuliyaan itu adalah laksana kurma yang hanya kamu rasakan lezat memakanya, sesekali kamu tidak akan sampai pada kemuliyaan sehingga (terlebih dahulu) kamu menjilat buah jadam(Buah yang amat pahit)”, hal ini mengisyaratkan bahwasanya kesusahan dan kepayahan adalah bahagian dari hidup seseorang dalam mendapat seuatu kemuliyaan, kesengsaraan bukanlah suatu kehinaan bagi seseorang, justru kesusahan adalah sebagai awal proses kemuliyaan. Mudah-mudahan dengan datangnya bulan romadlon ini kita betul-betul bisa mengambil pelajaran dan meraih sukses. Ilmu dalam berpuasa adalah syarat mutlak yang harus kita miliki agar puasa kita ini tidak sia-sia, berikut kami paparkan lanjutan dari sifat puasa rosulullah SAW dengan harap puasa kita di bulan romadlon ini menuai kesuksesan.





VI. Waktu puasa.

Waktu puasa dimulai sejak terbitnya fajar (Adzan subuh) sampai terbenamnya matahari. “Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam”. Q.S. Al baqoroh 187

VII. Sahur.
a. Hikmah sahur.
Allah SWT telah mewajibkan kita untuk berpuasa sebagaimana diwajibkanya atas ahli kitab sebelum kita; “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkanya atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. Al baqoroh 183

Disisi lain rosulullah memerintahkan umatnya untuk sahur sebagai pembeda antara puasanya umat islam dan puasa ahli kitab, sebagaimana diriwayatkan dari Amru bin Ash bahwasanya rosulullah SAW bersabda “Pemisah antara puasa kita dengan puasa puasa ahli kitab adalah makan sahur”. H.R. Muslim.

b. Keutamaan sahur
b.1. Sahur itu ada keberkahan
“Barokah itu terdapat dalam tiga perkara yaitu 1. Al Jamaah, 2.tepung Tsarid dan yang 3. pada waktu sahur’. H.R.Thobaroni

b.2. Malaikat bersholawat.
Dari abu said Al Khudri ia berkata, rosulullah SAW bersabda “sahur adalah makanan berbarokah, maka janganlah kalian meninggalkanya walaupun hanya meminum seteguk air, karena sesungguhnya malaikat bersholawat atas orang-orang yang bersahur”. H.R. Tirmidzi

b.3. Mengakhirkan sahur
Sahabat Anas telah meriwayatkan dari Zaed bin Tsabit bahwa ia berkata “Kami bersahur bersama Nabi SAW, lalu beliau bangkit untuk sholat, aku bertanya “berapa ukuran (masa) antara adzan dan sahur?”, beliau menjawab “seukuran membaca 50 ayat”. H.R. Bukhori dan Muslim.

b.4. Hukum sahur.
“Barang siapa ingin berpuasa hendaklah bersahur dengan sesuatu”. H.R. Ibnu abi Syaibah.
Dan dalam riwayat lain juga disebutkan “Bersahurlah karena sesungguhnya bersahur terdapat keberkahan”. H.R. Bukhori dan Muslim

VIII. Perkara-perkara yang wajib ditinggalkan
a. Berkata dusta
”Barang siapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta maka Allah SWT tidak akan membutuhkan (memperdulikan) dia meninggalkan makan dan minnumnya”. H.R. Bukhori

b. Berbuat yang sia-sia dan melakukan tindakan serta ucapan keji.
”Bukanlah puasa itu sekedar puasa dari makan dan minum, sesungguhnya puasa itu adalah puasa dari perbuatan sia-sia dan keji, maka jika salah seorang mencelamu atau membodohkanmu maka katakanlah aku sedang berpuasa, aku sedang berpuasa”. H.R Ibnu Huzaimah dan Hakim

IX. Yang diperbolehkan dalam berpuasa.
a. Masuk waktu subuh dalam keadaan junub.
”Sesungguhnya Nabi SAW dalam keadaan junub diwaktu subuh karena habis berkumpul dengan istrinya beliau lalu mandi dan berpuasa”. H.R. Bukhori dan Muslim

b. Bersiwak
”Kalau sekiranya tidak memberatkan atas umatku tentulah akan aku perintahkan mereka bersiwak pada setiap kali wudlu”. H.R. Bukhori dan Muslim

c. Berkumur dan menghirup air kehidung
Sebagaiman yang pernah dilakukan rosulullah SAW bahwasanya beliau pernah berkumur dan menghirup air kehidung dalam keadaan berpuasa, akan tetapi beliau melarang bagi mereka yang berpuasa untuk berlebih-lebihan”........dan bersungguh-sungguhlah dalam menghirup kecuali jika dalam keadaan berpuasa”. H.R. abu dawud

d. Bersentuhan dan berciuman
”Rosulullah mencium istrinya sedang beliau dalam keadaan berpuasa dan beliau adalah orang yang paling mampu menguasai dirinya”. H.R. Bukhori dan Muslim
Dalam hadits lain disebutkan dari Amru bin Ash ia berkata ”Dahulu tetkala kami bersama nabi SAW datang seorang pemuda, lalu ia berkata ”Wahai rosulullah! Apakah saya boleh mencium istri sedang saya dalam keadaan berpuasa?”beliau menjawab ”Tidak!”, lalu tidak lama kemudian datanglah seorang tua kepada beliau sambil bertanya ”apakah saya boleh mencium istri saya sedangkan saya dalam keadaan berpuasa?” beliau menjawab ”Ya!”. sahabat Amru bin Ash bertanya ”lalu bagaimana kami melihat sebagian lainya”, maka rosulullah SAW bersabda ”sesungguhnya orang yang sudah tua mampu menguasai dirinya”. H.R. Ahmad

e. Donor darah dan suntik yang tidak dimaksudkan memberi zat makanan.
f. Berbekam
Pada awalnya berbekam termasuk dari hal yang membatalkan puasa, lalu dihapuskanya hukum tersebut, sebagaimana yang yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA ”Bahwasanya Nabi berbekam sedang beliau dalam keadaan berpuasa”. H.R. Bukhori.

g. Mencicipi makanan
Dalam hal ini dibatasi dengan tidak masuk kerongkongan sebagaiman disebutkan dari Ibnu Abbas ia berkata ”Tidak mengapa seorang merasakan makanan atau sesuatu selam tidak masuk kerongkongan sedang ia dalam keadaan berpuasa”.

h. Bercelak
Syeh Ibnu Taimiyah dalam kitabnya ”Hakikatus siyam” menyebutkan bahwasanya sesuatu yang masuk pada mata adalah tidak membatalkan puasa

i. Mandi keramas
Imam Bukhori menyebutkan dalam kitabnya bahwasanya Ibnu Umar RA pernah membasahi pakaian lalu ia meletakanya diatas kepalanya”.

X. Berbuka
a. Menyegerakan buka
”senantiasa umatku dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka”.H.R. Bukhori dan Muslim.
Dalam hadits lain ”Senantiasa agama ini akan nampak selama manusia menyegerakan berbuka, karena yahudi dan Nashroni mengakhirkanya ”. H.R. Abu Dawud

b. Memberi buka puasa
”Barang siapa memberi buka puasa kepada orang yang sedang berpuasa, maka ia mendapatkan pahala seperti pahalanya orang yang berpuasa dengan tidak mengurangi pahala orang yang berpuasa sedikitpun”.H.R. Ahmad, Tirmidzi
Sementara dalam hadits yang lain disebutkan ”...Malaikat senantisa mendoakan pada saat berbuka puasa bagi orang yang berbuka dan yang memberi buka puasa”. H.R. Tirmidzi


Sifat Puasa Rosulullah SAW - Upaya Menuju Puncak Taqwa ( 2 )

Sifat Puasa Rosulullah SAW
Upaya menuju puncak taqwa

Bagian II


”Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bisa menjauhi apa yang telah dilarang Allah, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu.......”Q.S Al Baqoroh 183-184

Al Qur’an Al karim telah memberikan methode bagi umatnya sebagai terapi atas lemahnya irodah (kemauan) yang menjangkiti kebanyakan orang muslim, sebab banyak saudara muslim kita yang enggan dan malas menjalankan puasa dengan alasan tidak kuat dan lain sebagainya bahkan kadang kala dengan terang-terangan tanpa rasa malu makan didepan mereka yang menjalankan puasa. Sesungguhnya seorang muslim yang terbina keyakinan dan amaliyahnya semestinya mampu menghasilkan sebuah karya nyata sesuai bakat alamiyah yang diberikan Allah SWT (Mauhibah) dan dengan catatan mauhibah itu ia wujudkan dengan ikhlas, bersungguh-sungguh dan konsisten dalam rangka mendekat dan mencari ridho Allah SWT dengan satu keyakinan seperti yang telah difirmankan ”Dialah Dzat yang menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaan-Nya). Dan Dia (Dzat) yang menentukan kadar (masing-masing) mahluknya dan memberi petunjuknya”. Q.S. Al A’laa ayat 2-3.


Terkait dengan ini Imam Sayyidina Ali RA mengatakan ”Nilai diri seseorang adalah profesionalitas yang ia miliki”, maka nilai diri orang berilmu adalah ilmunya, sedikit atau banyak ilmu itu, nilai dari seorang penyair adalah syairnya, baik syairnya itu bermutu atau sebaliknya, jadi nilai diri semua orang adalah Mauhibah atau aktivitas rutin (Hirfah) yang ia miliki bukan karena yang lainya, karena itulah seorang muslim hendaknya bersemangat kuat meninggikan nilainya dan menjadikan mahal harga dirinya dengan amal sholeh serta tidak usah merasa resah betapapun kenyataan hidupnya, baik ia ditakdirkan menjadi hamba yang tidak punya uang (dalam keadaan susah secara ekonomi) atau ia berkecukupan materi.

Kegagalan manusia dalam menghasilkan sebuah karya nyata (prestasi) disebabkan oleh lemahnya kemauan (Dhu’ful irodah) dan banyak mengeluh. Karena itu Allah SWT berfirman ”Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir, Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan sholat dengan rutin dan benar (daim)”. Q.S. Al maa’rij 19-22.
Dan dikatakan pula dalam sebuah syair ”janganlah menyangka kemuliyaan itu adalah laksana kurma yang hanya kamu rasakan lezat memakanya, sesekali kamu tidak akan sampai pada kemuliyaan sehingga (terlebih dahulu) kamu menjilat buah jadam(Buah yang amat pahit)”, hal ini mengisyaratkan bahwasanya kesusahan dan kepayahan adalah bahagian dari hidup seseorang dalam mendapat seuatu kemuliyaan, kesengsaraan bukanlah suatu kehinaan bagi seseorang, justru kesusahan adalah sebagai awal proses kemuliyaan. Mudah-mudahan dengan datangnya bulan romadlon ini kita betul-betul bisa mengambil pelajaran dan meraih sukses. Ilmu dalam berpuasa adalah syarat mutlak yang harus kita miliki agar puasa kita ini tidak sia-sia, berikut kami paparkan lanjutan dari sifat puasa rosulullah SAW dengan harap puasa kita di bulan romadlon ini menuai kesuksesan.





VI. Waktu puasa.

Waktu puasa dimulai sejak terbitnya fajar (Adzan subuh) sampai terbenamnya matahari. “Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam”. Q.S. Al baqoroh 187

VII. Sahur.
a. Hikmah sahur.
Allah SWT telah mewajibkan kita untuk berpuasa sebagaimana diwajibkanya atas ahli kitab sebelum kita; “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkanya atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. Al baqoroh 183

Disisi lain rosulullah memerintahkan umatnya untuk sahur sebagai pembeda antara puasanya umat islam dan puasa ahli kitab, sebagaimana diriwayatkan dari Amru bin Ash bahwasanya rosulullah SAW bersabda “Pemisah antara puasa kita dengan puasa puasa ahli kitab adalah makan sahur”. H.R. Muslim.

b. Keutamaan sahur
b.1. Sahur itu ada keberkahan
“Barokah itu terdapat dalam tiga perkara yaitu 1. Al Jamaah, 2.tepung Tsarid dan yang 3. pada waktu sahur’. H.R.Thobaroni

b.2. Malaikat bersholawat.
Dari abu said Al Khudri ia berkata, rosulullah SAW bersabda “sahur adalah makanan berbarokah, maka janganlah kalian meninggalkanya walaupun hanya meminum seteguk air, karena sesungguhnya malaikat bersholawat atas orang-orang yang bersahur”. H.R. Tirmidzi

b.3. Mengakhirkan sahur
Sahabat Anas telah meriwayatkan dari Zaed bin Tsabit bahwa ia berkata “Kami bersahur bersama Nabi SAW, lalu beliau bangkit untuk sholat, aku bertanya “berapa ukuran (masa) antara adzan dan sahur?”, beliau menjawab “seukuran membaca 50 ayat”. H.R. Bukhori dan Muslim.

b.4. Hukum sahur.
“Barang siapa ingin berpuasa hendaklah bersahur dengan sesuatu”. H.R. Ibnu abi Syaibah.
Dan dalam riwayat lain juga disebutkan “Bersahurlah karena sesungguhnya bersahur terdapat keberkahan”. H.R. Bukhori dan Muslim

VIII. Perkara-perkara yang wajib ditinggalkan
a. Berkata dusta
”Barang siapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta maka Allah SWT tidak akan membutuhkan (memperdulikan) dia meninggalkan makan dan minnumnya”. H.R. Bukhori

b. Berbuat yang sia-sia dan melakukan tindakan serta ucapan keji.
”Bukanlah puasa itu sekedar puasa dari makan dan minum, sesungguhnya puasa itu adalah puasa dari perbuatan sia-sia dan keji, maka jika salah seorang mencelamu atau membodohkanmu maka katakanlah aku sedang berpuasa, aku sedang berpuasa”. H.R Ibnu Huzaimah dan Hakim

IX. Yang diperbolehkan dalam berpuasa.
a. Masuk waktu subuh dalam keadaan junub.
”Sesungguhnya Nabi SAW dalam keadaan junub diwaktu subuh karena habis berkumpul dengan istrinya beliau lalu mandi dan berpuasa”. H.R. Bukhori dan Muslim

b. Bersiwak
”Kalau sekiranya tidak memberatkan atas umatku tentulah akan aku perintahkan mereka bersiwak pada setiap kali wudlu”. H.R. Bukhori dan Muslim

c. Berkumur dan menghirup air kehidung
Sebagaiman yang pernah dilakukan rosulullah SAW bahwasanya beliau pernah berkumur dan menghirup air kehidung dalam keadaan berpuasa, akan tetapi beliau melarang bagi mereka yang berpuasa untuk berlebih-lebihan”........dan bersungguh-sungguhlah dalam menghirup kecuali jika dalam keadaan berpuasa”. H.R. abu dawud

d. Bersentuhan dan berciuman
”Rosulullah mencium istrinya sedang beliau dalam keadaan berpuasa dan beliau adalah orang yang paling mampu menguasai dirinya”. H.R. Bukhori dan Muslim
Dalam hadits lain disebutkan dari Amru bin Ash ia berkata ”Dahulu tetkala kami bersama nabi SAW datang seorang pemuda, lalu ia berkata ”Wahai rosulullah! Apakah saya boleh mencium istri sedang saya dalam keadaan berpuasa?”beliau menjawab ”Tidak!”, lalu tidak lama kemudian datanglah seorang tua kepada beliau sambil bertanya ”apakah saya boleh mencium istri saya sedangkan saya dalam keadaan berpuasa?” beliau menjawab ”Ya!”. sahabat Amru bin Ash bertanya ”lalu bagaimana kami melihat sebagian lainya”, maka rosulullah SAW bersabda ”sesungguhnya orang yang sudah tua mampu menguasai dirinya”. H.R. Ahmad

e. Donor darah dan suntik yang tidak dimaksudkan memberi zat makanan.
f. Berbekam
Pada awalnya berbekam termasuk dari hal yang membatalkan puasa, lalu dihapuskanya hukum tersebut, sebagaimana yang yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA ”Bahwasanya Nabi berbekam sedang beliau dalam keadaan berpuasa”. H.R. Bukhori.

g. Mencicipi makanan
Dalam hal ini dibatasi dengan tidak masuk kerongkongan sebagaiman disebutkan dari Ibnu Abbas ia berkata ”Tidak mengapa seorang merasakan makanan atau sesuatu selam tidak masuk kerongkongan sedang ia dalam keadaan berpuasa”.

h. Bercelak
Syeh Ibnu Taimiyah dalam kitabnya ”Hakikatus siyam” menyebutkan bahwasanya sesuatu yang masuk pada mata adalah tidak membatalkan puasa

i. Mandi keramas
Imam Bukhori menyebutkan dalam kitabnya bahwasanya Ibnu Umar RA pernah membasahi pakaian lalu ia meletakanya diatas kepalanya”.

X. Berbuka
a. Menyegerakan buka
”senantiasa umatku dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka”.H.R. Bukhori dan Muslim.
Dalam hadits lain ”Senantiasa agama ini akan nampak selama manusia menyegerakan berbuka, karena yahudi dan Nashroni mengakhirkanya ”. H.R. Abu Dawud

b. Memberi buka puasa
”Barang siapa memberi buka puasa kepada orang yang sedang berpuasa, maka ia mendapatkan pahala seperti pahalanya orang yang berpuasa dengan tidak mengurangi pahala orang yang berpuasa sedikitpun”.H.R. Ahmad, Tirmidzi
Sementara dalam hadits yang lain disebutkan ”...Malaikat senantisa mendoakan pada saat berbuka puasa bagi orang yang berbuka dan yang memberi buka puasa”. H.R. Tirmidzi


Sifat Puasa Rosulullah SAW - Upaya Menuju Puncak Taqwa ( 2 )

Sifat Puasa Rosulullah SAW
Upaya menuju puncak taqwa

Bagian II


”Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bisa menjauhi apa yang telah dilarang Allah, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu.......”Q.S Al Baqoroh 183-184

Al Qur’an Al karim telah memberikan methode bagi umatnya sebagai terapi atas lemahnya irodah (kemauan) yang menjangkiti kebanyakan orang muslim, sebab banyak saudara muslim kita yang enggan dan malas menjalankan puasa dengan alasan tidak kuat dan lain sebagainya bahkan kadang kala dengan terang-terangan tanpa rasa malu makan didepan mereka yang menjalankan puasa. Sesungguhnya seorang muslim yang terbina keyakinan dan amaliyahnya semestinya mampu menghasilkan sebuah karya nyata sesuai bakat alamiyah yang diberikan Allah SWT (Mauhibah) dan dengan catatan mauhibah itu ia wujudkan dengan ikhlas, bersungguh-sungguh dan konsisten dalam rangka mendekat dan mencari ridho Allah SWT dengan satu keyakinan seperti yang telah difirmankan ”Dialah Dzat yang menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaan-Nya). Dan Dia (Dzat) yang menentukan kadar (masing-masing) mahluknya dan memberi petunjuknya”. Q.S. Al A’laa ayat 2-3.


Terkait dengan ini Imam Sayyidina Ali RA mengatakan ”Nilai diri seseorang adalah profesionalitas yang ia miliki”, maka nilai diri orang berilmu adalah ilmunya, sedikit atau banyak ilmu itu, nilai dari seorang penyair adalah syairnya, baik syairnya itu bermutu atau sebaliknya, jadi nilai diri semua orang adalah Mauhibah atau aktivitas rutin (Hirfah) yang ia miliki bukan karena yang lainya, karena itulah seorang muslim hendaknya bersemangat kuat meninggikan nilainya dan menjadikan mahal harga dirinya dengan amal sholeh serta tidak usah merasa resah betapapun kenyataan hidupnya, baik ia ditakdirkan menjadi hamba yang tidak punya uang (dalam keadaan susah secara ekonomi) atau ia berkecukupan materi.

Kegagalan manusia dalam menghasilkan sebuah karya nyata (prestasi) disebabkan oleh lemahnya kemauan (Dhu’ful irodah) dan banyak mengeluh. Karena itu Allah SWT berfirman ”Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir, Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan sholat dengan rutin dan benar (daim)”. Q.S. Al maa’rij 19-22.
Dan dikatakan pula dalam sebuah syair ”janganlah menyangka kemuliyaan itu adalah laksana kurma yang hanya kamu rasakan lezat memakanya, sesekali kamu tidak akan sampai pada kemuliyaan sehingga (terlebih dahulu) kamu menjilat buah jadam(Buah yang amat pahit)”, hal ini mengisyaratkan bahwasanya kesusahan dan kepayahan adalah bahagian dari hidup seseorang dalam mendapat seuatu kemuliyaan, kesengsaraan bukanlah suatu kehinaan bagi seseorang, justru kesusahan adalah sebagai awal proses kemuliyaan. Mudah-mudahan dengan datangnya bulan romadlon ini kita betul-betul bisa mengambil pelajaran dan meraih sukses. Ilmu dalam berpuasa adalah syarat mutlak yang harus kita miliki agar puasa kita ini tidak sia-sia, berikut kami paparkan lanjutan dari sifat puasa rosulullah SAW dengan harap puasa kita di bulan romadlon ini menuai kesuksesan.





VI. Waktu puasa.

Waktu puasa dimulai sejak terbitnya fajar (Adzan subuh) sampai terbenamnya matahari. “Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam”. Q.S. Al baqoroh 187

VII. Sahur.
a. Hikmah sahur.
Allah SWT telah mewajibkan kita untuk berpuasa sebagaimana diwajibkanya atas ahli kitab sebelum kita; “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkanya atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. Al baqoroh 183

Disisi lain rosulullah memerintahkan umatnya untuk sahur sebagai pembeda antara puasanya umat islam dan puasa ahli kitab, sebagaimana diriwayatkan dari Amru bin Ash bahwasanya rosulullah SAW bersabda “Pemisah antara puasa kita dengan puasa puasa ahli kitab adalah makan sahur”. H.R. Muslim.

b. Keutamaan sahur
b.1. Sahur itu ada keberkahan
“Barokah itu terdapat dalam tiga perkara yaitu 1. Al Jamaah, 2.tepung Tsarid dan yang 3. pada waktu sahur’. H.R.Thobaroni

b.2. Malaikat bersholawat.
Dari abu said Al Khudri ia berkata, rosulullah SAW bersabda “sahur adalah makanan berbarokah, maka janganlah kalian meninggalkanya walaupun hanya meminum seteguk air, karena sesungguhnya malaikat bersholawat atas orang-orang yang bersahur”. H.R. Tirmidzi

b.3. Mengakhirkan sahur
Sahabat Anas telah meriwayatkan dari Zaed bin Tsabit bahwa ia berkata “Kami bersahur bersama Nabi SAW, lalu beliau bangkit untuk sholat, aku bertanya “berapa ukuran (masa) antara adzan dan sahur?”, beliau menjawab “seukuran membaca 50 ayat”. H.R. Bukhori dan Muslim.

b.4. Hukum sahur.
“Barang siapa ingin berpuasa hendaklah bersahur dengan sesuatu”. H.R. Ibnu abi Syaibah.
Dan dalam riwayat lain juga disebutkan “Bersahurlah karena sesungguhnya bersahur terdapat keberkahan”. H.R. Bukhori dan Muslim

VIII. Perkara-perkara yang wajib ditinggalkan
a. Berkata dusta
”Barang siapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta maka Allah SWT tidak akan membutuhkan (memperdulikan) dia meninggalkan makan dan minnumnya”. H.R. Bukhori

b. Berbuat yang sia-sia dan melakukan tindakan serta ucapan keji.
”Bukanlah puasa itu sekedar puasa dari makan dan minum, sesungguhnya puasa itu adalah puasa dari perbuatan sia-sia dan keji, maka jika salah seorang mencelamu atau membodohkanmu maka katakanlah aku sedang berpuasa, aku sedang berpuasa”. H.R Ibnu Huzaimah dan Hakim

IX. Yang diperbolehkan dalam berpuasa.
a. Masuk waktu subuh dalam keadaan junub.
”Sesungguhnya Nabi SAW dalam keadaan junub diwaktu subuh karena habis berkumpul dengan istrinya beliau lalu mandi dan berpuasa”. H.R. Bukhori dan Muslim

b. Bersiwak
”Kalau sekiranya tidak memberatkan atas umatku tentulah akan aku perintahkan mereka bersiwak pada setiap kali wudlu”. H.R. Bukhori dan Muslim

c. Berkumur dan menghirup air kehidung
Sebagaiman yang pernah dilakukan rosulullah SAW bahwasanya beliau pernah berkumur dan menghirup air kehidung dalam keadaan berpuasa, akan tetapi beliau melarang bagi mereka yang berpuasa untuk berlebih-lebihan”........dan bersungguh-sungguhlah dalam menghirup kecuali jika dalam keadaan berpuasa”. H.R. abu dawud

d. Bersentuhan dan berciuman
”Rosulullah mencium istrinya sedang beliau dalam keadaan berpuasa dan beliau adalah orang yang paling mampu menguasai dirinya”. H.R. Bukhori dan Muslim
Dalam hadits lain disebutkan dari Amru bin Ash ia berkata ”Dahulu tetkala kami bersama nabi SAW datang seorang pemuda, lalu ia berkata ”Wahai rosulullah! Apakah saya boleh mencium istri sedang saya dalam keadaan berpuasa?”beliau menjawab ”Tidak!”, lalu tidak lama kemudian datanglah seorang tua kepada beliau sambil bertanya ”apakah saya boleh mencium istri saya sedangkan saya dalam keadaan berpuasa?” beliau menjawab ”Ya!”. sahabat Amru bin Ash bertanya ”lalu bagaimana kami melihat sebagian lainya”, maka rosulullah SAW bersabda ”sesungguhnya orang yang sudah tua mampu menguasai dirinya”. H.R. Ahmad

e. Donor darah dan suntik yang tidak dimaksudkan memberi zat makanan.
f. Berbekam
Pada awalnya berbekam termasuk dari hal yang membatalkan puasa, lalu dihapuskanya hukum tersebut, sebagaimana yang yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA ”Bahwasanya Nabi berbekam sedang beliau dalam keadaan berpuasa”. H.R. Bukhori.

g. Mencicipi makanan
Dalam hal ini dibatasi dengan tidak masuk kerongkongan sebagaiman disebutkan dari Ibnu Abbas ia berkata ”Tidak mengapa seorang merasakan makanan atau sesuatu selam tidak masuk kerongkongan sedang ia dalam keadaan berpuasa”.

h. Bercelak
Syeh Ibnu Taimiyah dalam kitabnya ”Hakikatus siyam” menyebutkan bahwasanya sesuatu yang masuk pada mata adalah tidak membatalkan puasa

i. Mandi keramas
Imam Bukhori menyebutkan dalam kitabnya bahwasanya Ibnu Umar RA pernah membasahi pakaian lalu ia meletakanya diatas kepalanya”.

X. Berbuka
a. Menyegerakan buka
”senantiasa umatku dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka”.H.R. Bukhori dan Muslim.
Dalam hadits lain ”Senantiasa agama ini akan nampak selama manusia menyegerakan berbuka, karena yahudi dan Nashroni mengakhirkanya ”. H.R. Abu Dawud

b. Memberi buka puasa
”Barang siapa memberi buka puasa kepada orang yang sedang berpuasa, maka ia mendapatkan pahala seperti pahalanya orang yang berpuasa dengan tidak mengurangi pahala orang yang berpuasa sedikitpun”.H.R. Ahmad, Tirmidzi
Sementara dalam hadits yang lain disebutkan ”...Malaikat senantisa mendoakan pada saat berbuka puasa bagi orang yang berbuka dan yang memberi buka puasa”. H.R. Tirmidzi


Sifat Puasa Rosulullah SAW - Upaya Menuju Puncak Taqwa ( 1 )

Sifat Puasa Rosulullah SAW
Upaya menuju puncak taqwa

Bagian I

“Selamat atas kedatangan romadlon. Berbahagialah orang-orang yang mendapatkan kemenangan didalamnya dan mempunyai kesempatan yang kuat. Bulan Romadlon adalah madrasah petunjuk, ketaqwaan, dan kemuliyaan. Seluruh kebaikan bisa dicari didalamnya” (syair)

Sebuah pelajaran yang begitu menarik bisa didapatkan dari kisah seorang baduwi yang menghadap rosulullah SAW dan meminta petunjuk atas amalan yang membuatnya bisa masuk surga. Rosulullah SAW mengarahkanya untuk memperkokoh syahadat, mendirikan sholat, menegakan zakat, menunaikan ibadah puasa romadlon, dan ibadah haji dibaitullah. Pendeknya beliau menyuruh seorang yang Tuhu ini menegakan kelima-limanya rukun islam, “adakah amalan selain itu Yaa rosulallah?,” kata sang baduwi kepada rosulullah SAW. “Cukup itu saja!” jawab beliau. “Demi Allah,”katanya, “aku tidak akan menambah dan mengurangi ini sedikitpun.” Lalu beliau bersabda ”Jika kalian ingin melihat type penghuni surga lihatlah orang ini.”(shoheh muslim 1/31)


Ditengah gejolak ahir zaman dimana pelaksanaan urusan agama semakin repot, tampaknya kemampuan dan kesungguhan menjalankan agama yang difardlukan oleh Allah SWT adalah suatu hal yang terasa cukup mewakili, sebagaimana digambarkan baduwi yang lugu diatas, asalkan disertai dengan konsekwensi melepaskan kecendrungan untuk melakukan dosa besar, berikut akan dipaparkan sifat-sifat puasa rosulullah SAW dengan harapan pelaksanaan ibadah puasa romadlon kita kali ini bisa mencapai pelaksanaan yang maksimal.

I. Keutamaan ibadah puasa
a. Puasa adalah perisai
”Puasa adalah sebuah perisai, denganya (puasa) yang baik dan sesuai yang dianjurkan serta dituntunkan, seorang hamba akan terjaga dari api neraka” (H.R. Ahmad)

b.Jalan menuju surga
Dari Abu Umamah RA ia berkata, ”aku bertanya kepada rosulullah SAW. Wahai rosulullah tunjukan kepadaku sesuatu amalan yang bisa memasukan aku kesurga?, Nabi menjawab ”hendaknya engkau berpuasa karena itu tiada yang menyamainya”. {H.R. Nasai, Ibnu Hibban dan Hakim)
.
c. Mendapatkan pahala tampa hisab
d. Mendapatkan kegembiraan
”Bagi seorang yang berpuasa akan mendapatkan dua kegembiraan, yaitu gembira tetkala berbuka puasa dan yang kedua gembira tetkala ia bisa bertemu (melihat) Tuhanya.”. (H.R. bukhori, Muslim)

e. Bau mulut orang yang berpuasa amatlah harum
Dari Abu Huroiroh RA ia berkata ”Rosulullah SAW bersabda: setiap amal manusia terdapat pahala yang terbatas kecuali puasa, sesungguhnya puasa adalah untuk-Ku dan Aku (Allah) yang akan membalasnya, dan puasa adalah sebagai perisai. Dan pada hari puasa janganlah kalian mengatakan atau melakukan perbuatan yang keji dan janganlah membuat gadu, jika salah seorang dari kalian mencelanya atau membunuhnya maka hendaklah kalian mengatakan, sesungguhnya aku sedang berpuasa, demi Dzat yang jiwa Muhammad SAW berada ditanganya, benar-benar bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum disisi Allah dari pada bau minyak kasturi.....”(H.R. Bukhori, Muslim)

Ungkapan ini sebagai isyarat didapatinya keridloan Allah SWT bagi meereka yang berpuasa karena bau wangi berarti keridloan Allah SWT menyertainya

F. Puasa akan memberi syafaat.
”Puasa dan Al qur’an akan memberi syafaat bagi seorang hamba pada hari kiamat, berkata puasa, ”Yaa Allah, Engkau telah mencegah orang yang berpuasa dari makanan dan syahwat, maka berikanlah syafaatku kepadanya”, dan berkata Al qur’an ”Yaa Allah Engkau mencegahnya dari tidur pada malam hari, maka berikanlah syafaatku kepadanya,”, Allah SWT berfirman ”Keduanya akan diberi syafaat”. (H.R. Ahmad dan Hakim)

g. Puasa sebagai kafarotul Dzunub
”Fitnah bagi seorang laki-laki adalah ada pada keluarganya, hartanya, anaknya, tetangganya, yang kesemuanya itu akan bisa dihapuskan oleh sholat, puasa, dan shodakoh”. (H.R. Bukhori dan Muslim)

h. Diberinya pintu surga
”Sesungguhnya dalam surga ada sebuah pintu yang bernama Ar-royyan, dan bagi mereka yang berpuasa akan masuk melaluinya pada hari kiamat, dan selain mereka tidak akan masuk melaluinya”, dan dikatakan ”Dimanakah orang-orang yang berpuasa? Maka merekapun berdiri. Dan selain mereka tidak akan dapat memasukinya . Maka jika orang yang berpuasa sudah memasukinya ditutuplah pintu itu dan tidak seorangpun akan memasukinya dan barang siapa yang masuk ia pasti minum dan baraang siapa yang telah minum ia tidak akan kehausan selamanya” (H.R. Bukhori dan Muslim

II. Keutamaan bulan Romadlon

a. Bulan Al Qur’an
”Bulan romadlon adalah bulan yang didalamnya diturunkan AL Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan menjadi pembeda antara yang hak dan yang bathil,. Karena itu, barang siapa diantara kamu hadir (dinegeri tempat tinggalnya) dibulan itu maka hemdaklah ia berpuasa pada bulan itu”. Q.S. Al Baqoroh 185.

b. Dibelenggunya Syetan
”Jika telah tiba bulan suci romadlon, dibukalah pintu-pintu surga, dan ditutuplah pintu-pintu neraka, dan dibelenggulah syetan-syetan” H.R. Bukhori, Muslim,
.
III. Keutamaan Puasa Romadlon

a. Diampuninya dosa-dosa
”Barang siapa yang berpuasa dibulan romadlon karena iman dan mengharapkan pahala dari Allah SWT, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. H.R. Bukhori, Muslim)

b. Predikat shiddiqin
Dari Amru bin Murroh Al Juhani ia berkata ”Seorang laki-laki datang kepada nabi lalu ia bertanya ”Wahai Rosulullah bagaimana pendapatmu jika saya bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah SWT, dan bahwasanya Engkau adalah Rosulullah, dan saya mengerjakan sholat lima waktu, dan saya juga menunaikan zakat, serta berpuasa pada bulan suci romadlon, maka termasuk kelompok apakah aku?, beliau menjawab ”Termasuk dari kalangan shiddiqin dan orang-orang yang mati syahid”. H.R. Ibnu Hibban.

IV. Ancaman meninggalkan Puasa
Dari Abu Umamah al Bahili ia berkata ”Saya mendengar rosulullah SAW bersabda, ”Ketika saya sedang tidur tiba-tiba datang dua orang laki-laki lalu ia memegang lenganku dan keduanya mendatangkan gunung besar kepadaku kemudian keduanya berkata ”naiklah!”, maka aku katakan ”aku tidak mampu menaikinya,” lalu keduanya berkata ”Akan kami mudahkan bagimu menaikinya”. Lalu akupun menaikinya, hingga aku sampai pada puncak gunung tiba-tiba terdengar suara keras. Aku bertanya ”suara apakah ini?”, keduanya menjawab ”Ini adalah golongan penghuni neraka,” lalu akau dibawanya kesuatu tempat, tiba-tiba aku mendapati suatu kaum terbelenggu urat-urat mereka, robek rahang-rahang mereka, mengucur darah dari rahang-rahang mereka aku bertanya ”siapa mereka itu? Ia menjawab mereka adalah orang-orang yang tidak berpuasa sebelum selesai puasa mereka”. H.R. nasa’i dan Ibnu Hibban.

V. Wajib berniat pada malam hari
Wajib bagi setiap muslim yang terbebani (mukallaf) untuk menjalankan syariat agama untuk berniat pada malam harinya. Sabda rosulullah SAW ”barang siapa tidak berniat puasa pada malam hari, maka tiada baginya puasa”H.R. Nasa’i.
Menetapkan niat dimalam hari adalah khusus untuk puasa wajib, sementara puasa sunah diperbolehkan berniat dipagi hari, sebagaimana yang diriwayatkan, ”Rosulullah datang kepada Aisyah pada selain bulan romadlon dan beliau bersabda ”apakah engkau mempunyai makanan?, kalau tidak ada saya akan berpuasa”. H.R. Muslim.


Sifat Puasa Rosulullah SAW - Upaya Menuju Puncak Taqwa ( 1 )

Sifat Puasa Rosulullah SAW
Upaya menuju puncak taqwa

Bagian I

“Selamat atas kedatangan romadlon. Berbahagialah orang-orang yang mendapatkan kemenangan didalamnya dan mempunyai kesempatan yang kuat. Bulan Romadlon adalah madrasah petunjuk, ketaqwaan, dan kemuliyaan. Seluruh kebaikan bisa dicari didalamnya” (syair)

Sebuah pelajaran yang begitu menarik bisa didapatkan dari kisah seorang baduwi yang menghadap rosulullah SAW dan meminta petunjuk atas amalan yang membuatnya bisa masuk surga. Rosulullah SAW mengarahkanya untuk memperkokoh syahadat, mendirikan sholat, menegakan zakat, menunaikan ibadah puasa romadlon, dan ibadah haji dibaitullah. Pendeknya beliau menyuruh seorang yang Tuhu ini menegakan kelima-limanya rukun islam, “adakah amalan selain itu Yaa rosulallah?,” kata sang baduwi kepada rosulullah SAW. “Cukup itu saja!” jawab beliau. “Demi Allah,”katanya, “aku tidak akan menambah dan mengurangi ini sedikitpun.” Lalu beliau bersabda ”Jika kalian ingin melihat type penghuni surga lihatlah orang ini.”(shoheh muslim 1/31)


Ditengah gejolak ahir zaman dimana pelaksanaan urusan agama semakin repot, tampaknya kemampuan dan kesungguhan menjalankan agama yang difardlukan oleh Allah SWT adalah suatu hal yang terasa cukup mewakili, sebagaimana digambarkan baduwi yang lugu diatas, asalkan disertai dengan konsekwensi melepaskan kecendrungan untuk melakukan dosa besar, berikut akan dipaparkan sifat-sifat puasa rosulullah SAW dengan harapan pelaksanaan ibadah puasa romadlon kita kali ini bisa mencapai pelaksanaan yang maksimal.

I. Keutamaan ibadah puasa
a. Puasa adalah perisai
”Puasa adalah sebuah perisai, denganya (puasa) yang baik dan sesuai yang dianjurkan serta dituntunkan, seorang hamba akan terjaga dari api neraka” (H.R. Ahmad)

b.Jalan menuju surga
Dari Abu Umamah RA ia berkata, ”aku bertanya kepada rosulullah SAW. Wahai rosulullah tunjukan kepadaku sesuatu amalan yang bisa memasukan aku kesurga?, Nabi menjawab ”hendaknya engkau berpuasa karena itu tiada yang menyamainya”. {H.R. Nasai, Ibnu Hibban dan Hakim)
.
c. Mendapatkan pahala tampa hisab
d. Mendapatkan kegembiraan
”Bagi seorang yang berpuasa akan mendapatkan dua kegembiraan, yaitu gembira tetkala berbuka puasa dan yang kedua gembira tetkala ia bisa bertemu (melihat) Tuhanya.”. (H.R. bukhori, Muslim)

e. Bau mulut orang yang berpuasa amatlah harum
Dari Abu Huroiroh RA ia berkata ”Rosulullah SAW bersabda: setiap amal manusia terdapat pahala yang terbatas kecuali puasa, sesungguhnya puasa adalah untuk-Ku dan Aku (Allah) yang akan membalasnya, dan puasa adalah sebagai perisai. Dan pada hari puasa janganlah kalian mengatakan atau melakukan perbuatan yang keji dan janganlah membuat gadu, jika salah seorang dari kalian mencelanya atau membunuhnya maka hendaklah kalian mengatakan, sesungguhnya aku sedang berpuasa, demi Dzat yang jiwa Muhammad SAW berada ditanganya, benar-benar bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum disisi Allah dari pada bau minyak kasturi.....”(H.R. Bukhori, Muslim)

Ungkapan ini sebagai isyarat didapatinya keridloan Allah SWT bagi meereka yang berpuasa karena bau wangi berarti keridloan Allah SWT menyertainya

F. Puasa akan memberi syafaat.
”Puasa dan Al qur’an akan memberi syafaat bagi seorang hamba pada hari kiamat, berkata puasa, ”Yaa Allah, Engkau telah mencegah orang yang berpuasa dari makanan dan syahwat, maka berikanlah syafaatku kepadanya”, dan berkata Al qur’an ”Yaa Allah Engkau mencegahnya dari tidur pada malam hari, maka berikanlah syafaatku kepadanya,”, Allah SWT berfirman ”Keduanya akan diberi syafaat”. (H.R. Ahmad dan Hakim)

g. Puasa sebagai kafarotul Dzunub
”Fitnah bagi seorang laki-laki adalah ada pada keluarganya, hartanya, anaknya, tetangganya, yang kesemuanya itu akan bisa dihapuskan oleh sholat, puasa, dan shodakoh”. (H.R. Bukhori dan Muslim)

h. Diberinya pintu surga
”Sesungguhnya dalam surga ada sebuah pintu yang bernama Ar-royyan, dan bagi mereka yang berpuasa akan masuk melaluinya pada hari kiamat, dan selain mereka tidak akan masuk melaluinya”, dan dikatakan ”Dimanakah orang-orang yang berpuasa? Maka merekapun berdiri. Dan selain mereka tidak akan dapat memasukinya . Maka jika orang yang berpuasa sudah memasukinya ditutuplah pintu itu dan tidak seorangpun akan memasukinya dan barang siapa yang masuk ia pasti minum dan baraang siapa yang telah minum ia tidak akan kehausan selamanya” (H.R. Bukhori dan Muslim

II. Keutamaan bulan Romadlon

a. Bulan Al Qur’an
”Bulan romadlon adalah bulan yang didalamnya diturunkan AL Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan menjadi pembeda antara yang hak dan yang bathil,. Karena itu, barang siapa diantara kamu hadir (dinegeri tempat tinggalnya) dibulan itu maka hemdaklah ia berpuasa pada bulan itu”. Q.S. Al Baqoroh 185.

b. Dibelenggunya Syetan
”Jika telah tiba bulan suci romadlon, dibukalah pintu-pintu surga, dan ditutuplah pintu-pintu neraka, dan dibelenggulah syetan-syetan” H.R. Bukhori, Muslim,
.
III. Keutamaan Puasa Romadlon

a. Diampuninya dosa-dosa
”Barang siapa yang berpuasa dibulan romadlon karena iman dan mengharapkan pahala dari Allah SWT, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. H.R. Bukhori, Muslim)

b. Predikat shiddiqin
Dari Amru bin Murroh Al Juhani ia berkata ”Seorang laki-laki datang kepada nabi lalu ia bertanya ”Wahai Rosulullah bagaimana pendapatmu jika saya bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah SWT, dan bahwasanya Engkau adalah Rosulullah, dan saya mengerjakan sholat lima waktu, dan saya juga menunaikan zakat, serta berpuasa pada bulan suci romadlon, maka termasuk kelompok apakah aku?, beliau menjawab ”Termasuk dari kalangan shiddiqin dan orang-orang yang mati syahid”. H.R. Ibnu Hibban.

IV. Ancaman meninggalkan Puasa
Dari Abu Umamah al Bahili ia berkata ”Saya mendengar rosulullah SAW bersabda, ”Ketika saya sedang tidur tiba-tiba datang dua orang laki-laki lalu ia memegang lenganku dan keduanya mendatangkan gunung besar kepadaku kemudian keduanya berkata ”naiklah!”, maka aku katakan ”aku tidak mampu menaikinya,” lalu keduanya berkata ”Akan kami mudahkan bagimu menaikinya”. Lalu akupun menaikinya, hingga aku sampai pada puncak gunung tiba-tiba terdengar suara keras. Aku bertanya ”suara apakah ini?”, keduanya menjawab ”Ini adalah golongan penghuni neraka,” lalu akau dibawanya kesuatu tempat, tiba-tiba aku mendapati suatu kaum terbelenggu urat-urat mereka, robek rahang-rahang mereka, mengucur darah dari rahang-rahang mereka aku bertanya ”siapa mereka itu? Ia menjawab mereka adalah orang-orang yang tidak berpuasa sebelum selesai puasa mereka”. H.R. nasa’i dan Ibnu Hibban.

V. Wajib berniat pada malam hari
Wajib bagi setiap muslim yang terbebani (mukallaf) untuk menjalankan syariat agama untuk berniat pada malam harinya. Sabda rosulullah SAW ”barang siapa tidak berniat puasa pada malam hari, maka tiada baginya puasa”H.R. Nasa’i.
Menetapkan niat dimalam hari adalah khusus untuk puasa wajib, sementara puasa sunah diperbolehkan berniat dipagi hari, sebagaimana yang diriwayatkan, ”Rosulullah datang kepada Aisyah pada selain bulan romadlon dan beliau bersabda ”apakah engkau mempunyai makanan?, kalau tidak ada saya akan berpuasa”. H.R. Muslim.


Sifat Puasa Rosulullah SAW - Upaya Menuju Puncak Taqwa ( 1 )

Sifat Puasa Rosulullah SAW
Upaya menuju puncak taqwa

Bagian I

“Selamat atas kedatangan romadlon. Berbahagialah orang-orang yang mendapatkan kemenangan didalamnya dan mempunyai kesempatan yang kuat. Bulan Romadlon adalah madrasah petunjuk, ketaqwaan, dan kemuliyaan. Seluruh kebaikan bisa dicari didalamnya” (syair)

Sebuah pelajaran yang begitu menarik bisa didapatkan dari kisah seorang baduwi yang menghadap rosulullah SAW dan meminta petunjuk atas amalan yang membuatnya bisa masuk surga. Rosulullah SAW mengarahkanya untuk memperkokoh syahadat, mendirikan sholat, menegakan zakat, menunaikan ibadah puasa romadlon, dan ibadah haji dibaitullah. Pendeknya beliau menyuruh seorang yang Tuhu ini menegakan kelima-limanya rukun islam, “adakah amalan selain itu Yaa rosulallah?,” kata sang baduwi kepada rosulullah SAW. “Cukup itu saja!” jawab beliau. “Demi Allah,”katanya, “aku tidak akan menambah dan mengurangi ini sedikitpun.” Lalu beliau bersabda ”Jika kalian ingin melihat type penghuni surga lihatlah orang ini.”(shoheh muslim 1/31)


Ditengah gejolak ahir zaman dimana pelaksanaan urusan agama semakin repot, tampaknya kemampuan dan kesungguhan menjalankan agama yang difardlukan oleh Allah SWT adalah suatu hal yang terasa cukup mewakili, sebagaimana digambarkan baduwi yang lugu diatas, asalkan disertai dengan konsekwensi melepaskan kecendrungan untuk melakukan dosa besar, berikut akan dipaparkan sifat-sifat puasa rosulullah SAW dengan harapan pelaksanaan ibadah puasa romadlon kita kali ini bisa mencapai pelaksanaan yang maksimal.

I. Keutamaan ibadah puasa
a. Puasa adalah perisai
”Puasa adalah sebuah perisai, denganya (puasa) yang baik dan sesuai yang dianjurkan serta dituntunkan, seorang hamba akan terjaga dari api neraka” (H.R. Ahmad)

b.Jalan menuju surga
Dari Abu Umamah RA ia berkata, ”aku bertanya kepada rosulullah SAW. Wahai rosulullah tunjukan kepadaku sesuatu amalan yang bisa memasukan aku kesurga?, Nabi menjawab ”hendaknya engkau berpuasa karena itu tiada yang menyamainya”. {H.R. Nasai, Ibnu Hibban dan Hakim)
.
c. Mendapatkan pahala tampa hisab
d. Mendapatkan kegembiraan
”Bagi seorang yang berpuasa akan mendapatkan dua kegembiraan, yaitu gembira tetkala berbuka puasa dan yang kedua gembira tetkala ia bisa bertemu (melihat) Tuhanya.”. (H.R. bukhori, Muslim)

e. Bau mulut orang yang berpuasa amatlah harum
Dari Abu Huroiroh RA ia berkata ”Rosulullah SAW bersabda: setiap amal manusia terdapat pahala yang terbatas kecuali puasa, sesungguhnya puasa adalah untuk-Ku dan Aku (Allah) yang akan membalasnya, dan puasa adalah sebagai perisai. Dan pada hari puasa janganlah kalian mengatakan atau melakukan perbuatan yang keji dan janganlah membuat gadu, jika salah seorang dari kalian mencelanya atau membunuhnya maka hendaklah kalian mengatakan, sesungguhnya aku sedang berpuasa, demi Dzat yang jiwa Muhammad SAW berada ditanganya, benar-benar bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum disisi Allah dari pada bau minyak kasturi.....”(H.R. Bukhori, Muslim)

Ungkapan ini sebagai isyarat didapatinya keridloan Allah SWT bagi meereka yang berpuasa karena bau wangi berarti keridloan Allah SWT menyertainya

F. Puasa akan memberi syafaat.
”Puasa dan Al qur’an akan memberi syafaat bagi seorang hamba pada hari kiamat, berkata puasa, ”Yaa Allah, Engkau telah mencegah orang yang berpuasa dari makanan dan syahwat, maka berikanlah syafaatku kepadanya”, dan berkata Al qur’an ”Yaa Allah Engkau mencegahnya dari tidur pada malam hari, maka berikanlah syafaatku kepadanya,”, Allah SWT berfirman ”Keduanya akan diberi syafaat”. (H.R. Ahmad dan Hakim)

g. Puasa sebagai kafarotul Dzunub
”Fitnah bagi seorang laki-laki adalah ada pada keluarganya, hartanya, anaknya, tetangganya, yang kesemuanya itu akan bisa dihapuskan oleh sholat, puasa, dan shodakoh”. (H.R. Bukhori dan Muslim)

h. Diberinya pintu surga
”Sesungguhnya dalam surga ada sebuah pintu yang bernama Ar-royyan, dan bagi mereka yang berpuasa akan masuk melaluinya pada hari kiamat, dan selain mereka tidak akan masuk melaluinya”, dan dikatakan ”Dimanakah orang-orang yang berpuasa? Maka merekapun berdiri. Dan selain mereka tidak akan dapat memasukinya . Maka jika orang yang berpuasa sudah memasukinya ditutuplah pintu itu dan tidak seorangpun akan memasukinya dan barang siapa yang masuk ia pasti minum dan baraang siapa yang telah minum ia tidak akan kehausan selamanya” (H.R. Bukhori dan Muslim

II. Keutamaan bulan Romadlon

a. Bulan Al Qur’an
”Bulan romadlon adalah bulan yang didalamnya diturunkan AL Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan menjadi pembeda antara yang hak dan yang bathil,. Karena itu, barang siapa diantara kamu hadir (dinegeri tempat tinggalnya) dibulan itu maka hemdaklah ia berpuasa pada bulan itu”. Q.S. Al Baqoroh 185.

b. Dibelenggunya Syetan
”Jika telah tiba bulan suci romadlon, dibukalah pintu-pintu surga, dan ditutuplah pintu-pintu neraka, dan dibelenggulah syetan-syetan” H.R. Bukhori, Muslim,
.
III. Keutamaan Puasa Romadlon

a. Diampuninya dosa-dosa
”Barang siapa yang berpuasa dibulan romadlon karena iman dan mengharapkan pahala dari Allah SWT, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. H.R. Bukhori, Muslim)

b. Predikat shiddiqin
Dari Amru bin Murroh Al Juhani ia berkata ”Seorang laki-laki datang kepada nabi lalu ia bertanya ”Wahai Rosulullah bagaimana pendapatmu jika saya bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah SWT, dan bahwasanya Engkau adalah Rosulullah, dan saya mengerjakan sholat lima waktu, dan saya juga menunaikan zakat, serta berpuasa pada bulan suci romadlon, maka termasuk kelompok apakah aku?, beliau menjawab ”Termasuk dari kalangan shiddiqin dan orang-orang yang mati syahid”. H.R. Ibnu Hibban.

IV. Ancaman meninggalkan Puasa
Dari Abu Umamah al Bahili ia berkata ”Saya mendengar rosulullah SAW bersabda, ”Ketika saya sedang tidur tiba-tiba datang dua orang laki-laki lalu ia memegang lenganku dan keduanya mendatangkan gunung besar kepadaku kemudian keduanya berkata ”naiklah!”, maka aku katakan ”aku tidak mampu menaikinya,” lalu keduanya berkata ”Akan kami mudahkan bagimu menaikinya”. Lalu akupun menaikinya, hingga aku sampai pada puncak gunung tiba-tiba terdengar suara keras. Aku bertanya ”suara apakah ini?”, keduanya menjawab ”Ini adalah golongan penghuni neraka,” lalu akau dibawanya kesuatu tempat, tiba-tiba aku mendapati suatu kaum terbelenggu urat-urat mereka, robek rahang-rahang mereka, mengucur darah dari rahang-rahang mereka aku bertanya ”siapa mereka itu? Ia menjawab mereka adalah orang-orang yang tidak berpuasa sebelum selesai puasa mereka”. H.R. nasa’i dan Ibnu Hibban.

V. Wajib berniat pada malam hari
Wajib bagi setiap muslim yang terbebani (mukallaf) untuk menjalankan syariat agama untuk berniat pada malam harinya. Sabda rosulullah SAW ”barang siapa tidak berniat puasa pada malam hari, maka tiada baginya puasa”H.R. Nasa’i.
Menetapkan niat dimalam hari adalah khusus untuk puasa wajib, sementara puasa sunah diperbolehkan berniat dipagi hari, sebagaimana yang diriwayatkan, ”Rosulullah datang kepada Aisyah pada selain bulan romadlon dan beliau bersabda ”apakah engkau mempunyai makanan?, kalau tidak ada saya akan berpuasa”. H.R. Muslim.