ROJAB PEMBUKA SUKSES

Allahumma bariklanaa fii rojaba wasya’bana, wa ballighna romadlonaa….”Yaa Allah berikan kami keberkahan tetkala masuk dibulan rojab dan bulan sya’ban dan sampaikanlah usia kami menjumpai bulan Romadlon…”(H.R. Ahmad dan Bazzar.

Ditengah hiruk-pikuk suasana, dampak kenaikan BBM terasa dimana-mana, pekerjaan semakin sulit didapat, sementara kebutuhan terus meningkat, kekerasan kita temukan dimana-mana, banyak orang menghalalkan cara demi meraih sukses dan mendapatkan upah, tidak ada salahnya kita mencoba menengok kembali perjalanan hidup kita pada waktu lalu, sebagai bahan evaluasi diri, dan perjalanan kita terasa amat cepat dengan tidak terasa kita sudah memasuki bulan Rojab (yang berarti kurang dua bulan lagi kita ketemu dengan romadlon) sudahkah kita persiapkan diri kita? Agar menjadi orang yang mulia? Doa ini yang diajarkan Rosululah SAW kepada kita semua, tetkala kita memasuki bulan Rojab dan Sya’ban sebagai awal pembuka sukses di bulan-bulan berikutnya, Sungguh indah makna yang terkandung dalam do’a tersebut, sering kita memikirkan bahwa kita bisa saja setiap saat mengalami kematian, dimana saja, kapan saja yang akan mengubur cita-cita dan sebagai bukti ketidak berdayaan kita..

Kedua bulan itu termasuk waktu-waktu yang sangat dianjurkan oleh Rosulullah SAW untuk memperbanyak ibadah, sebagaian masyarakat berpendapat bahwa bulan rajab memiliki kehususan tertentu sehingga masyarakat dari zaman ke zaman telah melakukan berbagai acara husus untuk mengagungkannya..

Tradisi jahiliyah

Diantra tradisi yang pernah terjadi pada zaman jahiliyah adalah mereka menganggap bulan rajab adalah sebagai bulan kesialan dalam hidup mereka, baik sial dalam berusaha, sial dalam berumah tangga, sial dalam usianya, sehingga untuk menepis kesialan tersebut mereka harus melakukan suatu upacara dan ritualan dengan memotong kambing dan membuat sesaji yang nantinya akan dijadikan tumbal dalam hidupnya yang dinamakan Al Athiroh, peristiwa semacam ini sedikit banyak masih melekat dikalangan atau peradaban masyarakat kita dimana mereka perlu membuat sesaji dan ritual tertentu dalam menghilangkan kesialan dirinya.

Bulan Mulia

Rojab diambil dari bahasa “Rojaba Al Rojulu Rojaban” yang artinya seseorang yang telah mengagungkan dan memuliyakan , dinamai rajab karena mereka dahulu sangat mengagungkanya yaitu dengan tidak menghalalkan perang dibulan tersebut. Islam berpendapat bahwa tidak ada satu bulanpun yang mendatangkan kesialan kepada manusia.

Tentang keutamaan bulan Rajab Allah SWT berfirman yang artinya “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah diwaktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya empat bulan hurum. Itulah ketetapan agama yang lurus maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu”. Q.S. At Taubah ayat 36.

Rosulullah SAW bersabda yang artinya “Bulan Rojab adalah bulan Allah yang Agung dan bulan kemuliaan, didalam bulan ini perang dengan orang kafir diharamkan, rojab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Romadlon adalah bulan bagi umatku.”

Imam At Thobari berkata “Bulan itu ada dua belas bulan, empat diantaranya merupakan bulan hurum (mulia) dimana orang-orang jahiliyah dahulu mengagungkan dan memuliyakan, mereka mengharamkan peperangan pada bulan tersebut hingga seandainya ada seseorang yang bertemu dengan pembunuh bapaknya dia tidak akan menyerangnya, bulan empat itu adalah Rojab Mudlorr, dan tiga bulan berurutan Dzul Qo’adah, Dzul Hijjah, Muharrom.” Demikian yang dinyatakan dalam hadits-hadits rosulullah tentang keutamaan bulan rojab tersebut dan masih banyak hadit-hadits yang lainya .

Beda pendapat dalam memuliyakan rajab.

Memang benar keutamaan bulan dalam kalender hijriyah itu bertingkat-tingkat, juga hari-harinya, misalnya bulan Romadlon lebih utama dari semua bulan, hari jumat lebih utama dari semua hari, malam lailatul qodar lebih utama dari semua malam dan lain sebagainya. Dengan adanya kemuliyaan itu sehingga berbagai kegiatan yang dilakukan untuk memuliyakannya, yang harus dipahami bahwa dasar pemuliyaan tersebut harus sesuai dengan syariat yang telah ditentukan. Jadi manakala ada yang hendak bermaksud memuliyakan bulan rojab dengan aktivitas yang melanggar syariat misalnya mengandung unsur kesyirikan jelas dilarang oleh islam, bisa jadi kegiatanya sama tetapi jika niatnya berbeda maka dalam penilaian Islam hal itu jelas berbedah, sebagai contoh ketika penduduk jahiliyah beranggapan bahwa untuk menghilangkan sial di bulan Rojab mereka memotong kambing sebagai tumbal keselamatan , ketika hal itu disampaikan kepada rosulullah SAW maka Beliau justru memerintahkan umatnya untuk menyembelih kambing juga tetapi dengan niatan yang berbeda, beliau bersabda “Potonglah kambing- kambing kalian hanya karena Allah semata dan potonglah kambing kalian pada bulan apa saja yang kamu sukai”. H.R. Sohihaini

Tetapi sementara ini dikalangan umat Islam masih terjadi perbedaan pendapat mengenai amalan-amalan dibulan rajab meskipun dasar pemikiranya beralasan dari hadits atau fatwa para ulama’, ada yang berpendapat bahwa amalan yang boleh dilakukan pada bulan rajab hanyalah amalan yang didasarkan atas Al Qur’an dan hadits soheh serta dilakukan oleh rosulullah SAW saja,

Bagaimana kita bersikap?

Terlepas adanya dari perbedaan pendapat, kemuliaan bulan rojab telah ditetapkan oleh Allah SWT dan Rosul-Nya untuk kesejahtraan manusia di dunia dan di aherat, karena tiga bulan yang berturut-turut yakni Rojab, sya’ban dan Romadlon adalah bulan dimana manusia mendidik dirinya untuk semakin dekat dengan Allah SWT tetapi bagaimana hukumnya dengan hadits yang dloif atau bahkan maudlu’? . Hadits dloif merupakan hadits yang lemah, hal ini bisa terjadi karena faktor isi (matan hadits) atau bisa jadi karena kondisi periwayat hadits (sanad perowi) yang dinilai lemah.

Oleh karena itu hadits ini bisa dijadikan dalil selain aqidah dan ibadah , karena hadits dloif bukanlah berarti hadits yang salah sehingga tidak dapat dipergunakan, bisa jadi kelemahan itu karena faktor-faktor yang lain, hal semacam itu telah diperjelas oleh banyak ulama’ hadits hususnya dalam ilmu mustolah hadits,

Sedangkan hadits maudlu’ adalah hadits palsu , jadi hadits ini jelas tidak dapat dipergunakan sebagai dasar untuk melakukan amal apapun. Lalu bagaimana dengan amalan yang tidak pernah dilakukan oleh rosulullah SAW? Apakah hal itu dianggap bid’ah juga?,

.Bagaimana munkin kita mempersilahkan orang bermain musik, berjoged, antara laki-laki dan wanita yang bukan muhrimnya dan ada didepan mata kita?, sementara kita justru bersitegang dan berselisih pendapat hanya karena amalan-amalan sunah yang berisi pengajian , pembacaan kalimah thoyyibah, dzikir dan lainya hanya karena amalan tersebut didasarkan pada hadits yang dloif?. Bagaimana dengan sayyidina umar yang menentukan sholat terawih pada waktu isya’ (sore hari) padahal rosulullah melakukanya pada dini hari yang beliau sebut dengan bid’ah hasanah (bid’ah yang baik)?, dan bagaimana dengan sayyidina anas yang telah meriwayatkan dengan getol-getolnya hadits tentang qunut, sementara beliau sendiri tidak menjalankan qunut?

Wallahu ‘Alam

ROJAB PEMBUKA SUKSES

Allahumma bariklanaa fii rojaba wasya’bana, wa ballighna romadlonaa….”Yaa Allah berikan kami keberkahan tetkala masuk dibulan rojab dan bulan sya’ban dan sampaikanlah usia kami menjumpai bulan Romadlon…”(H.R. Ahmad dan Bazzar.

Ditengah hiruk-pikuk suasana, dampak kenaikan BBM terasa dimana-mana, pekerjaan semakin sulit didapat, sementara kebutuhan terus meningkat, kekerasan kita temukan dimana-mana, banyak orang menghalalkan cara demi meraih sukses dan mendapatkan upah, tidak ada salahnya kita mencoba menengok kembali perjalanan hidup kita pada waktu lalu, sebagai bahan evaluasi diri, dan perjalanan kita terasa amat cepat dengan tidak terasa kita sudah memasuki bulan Rojab (yang berarti kurang dua bulan lagi kita ketemu dengan romadlon) sudahkah kita persiapkan diri kita? Agar menjadi orang yang mulia? Doa ini yang diajarkan Rosululah SAW kepada kita semua, tetkala kita memasuki bulan Rojab dan Sya’ban sebagai awal pembuka sukses di bulan-bulan berikutnya, Sungguh indah makna yang terkandung dalam do’a tersebut, sering kita memikirkan bahwa kita bisa saja setiap saat mengalami kematian, dimana saja, kapan saja yang akan mengubur cita-cita dan sebagai bukti ketidak berdayaan kita..

Kedua bulan itu termasuk waktu-waktu yang sangat dianjurkan oleh Rosulullah SAW untuk memperbanyak ibadah, sebagaian masyarakat berpendapat bahwa bulan rajab memiliki kehususan tertentu sehingga masyarakat dari zaman ke zaman telah melakukan berbagai acara husus untuk mengagungkannya..

Tradisi jahiliyah

Diantra tradisi yang pernah terjadi pada zaman jahiliyah adalah mereka menganggap bulan rajab adalah sebagai bulan kesialan dalam hidup mereka, baik sial dalam berusaha, sial dalam berumah tangga, sial dalam usianya, sehingga untuk menepis kesialan tersebut mereka harus melakukan suatu upacara dan ritualan dengan memotong kambing dan membuat sesaji yang nantinya akan dijadikan tumbal dalam hidupnya yang dinamakan Al Athiroh, peristiwa semacam ini sedikit banyak masih melekat dikalangan atau peradaban masyarakat kita dimana mereka perlu membuat sesaji dan ritual tertentu dalam menghilangkan kesialan dirinya.

Bulan Mulia

Rojab diambil dari bahasa “Rojaba Al Rojulu Rojaban” yang artinya seseorang yang telah mengagungkan dan memuliyakan , dinamai rajab karena mereka dahulu sangat mengagungkanya yaitu dengan tidak menghalalkan perang dibulan tersebut. Islam berpendapat bahwa tidak ada satu bulanpun yang mendatangkan kesialan kepada manusia.

Tentang keutamaan bulan Rajab Allah SWT berfirman yang artinya “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah diwaktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya empat bulan hurum. Itulah ketetapan agama yang lurus maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu”. Q.S. At Taubah ayat 36.

Rosulullah SAW bersabda yang artinya “Bulan Rojab adalah bulan Allah yang Agung dan bulan kemuliaan, didalam bulan ini perang dengan orang kafir diharamkan, rojab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Romadlon adalah bulan bagi umatku.”

Imam At Thobari berkata “Bulan itu ada dua belas bulan, empat diantaranya merupakan bulan hurum (mulia) dimana orang-orang jahiliyah dahulu mengagungkan dan memuliyakan, mereka mengharamkan peperangan pada bulan tersebut hingga seandainya ada seseorang yang bertemu dengan pembunuh bapaknya dia tidak akan menyerangnya, bulan empat itu adalah Rojab Mudlorr, dan tiga bulan berurutan Dzul Qo’adah, Dzul Hijjah, Muharrom.” Demikian yang dinyatakan dalam hadits-hadits rosulullah tentang keutamaan bulan rojab tersebut dan masih banyak hadit-hadits yang lainya .

Beda pendapat dalam memuliyakan rajab.

Memang benar keutamaan bulan dalam kalender hijriyah itu bertingkat-tingkat, juga hari-harinya, misalnya bulan Romadlon lebih utama dari semua bulan, hari jumat lebih utama dari semua hari, malam lailatul qodar lebih utama dari semua malam dan lain sebagainya. Dengan adanya kemuliyaan itu sehingga berbagai kegiatan yang dilakukan untuk memuliyakannya, yang harus dipahami bahwa dasar pemuliyaan tersebut harus sesuai dengan syariat yang telah ditentukan. Jadi manakala ada yang hendak bermaksud memuliyakan bulan rojab dengan aktivitas yang melanggar syariat misalnya mengandung unsur kesyirikan jelas dilarang oleh islam, bisa jadi kegiatanya sama tetapi jika niatnya berbeda maka dalam penilaian Islam hal itu jelas berbedah, sebagai contoh ketika penduduk jahiliyah beranggapan bahwa untuk menghilangkan sial di bulan Rojab mereka memotong kambing sebagai tumbal keselamatan , ketika hal itu disampaikan kepada rosulullah SAW maka Beliau justru memerintahkan umatnya untuk menyembelih kambing juga tetapi dengan niatan yang berbeda, beliau bersabda “Potonglah kambing- kambing kalian hanya karena Allah semata dan potonglah kambing kalian pada bulan apa saja yang kamu sukai”. H.R. Sohihaini

Tetapi sementara ini dikalangan umat Islam masih terjadi perbedaan pendapat mengenai amalan-amalan dibulan rajab meskipun dasar pemikiranya beralasan dari hadits atau fatwa para ulama’, ada yang berpendapat bahwa amalan yang boleh dilakukan pada bulan rajab hanyalah amalan yang didasarkan atas Al Qur’an dan hadits soheh serta dilakukan oleh rosulullah SAW saja,

Bagaimana kita bersikap?

Terlepas adanya dari perbedaan pendapat, kemuliaan bulan rojab telah ditetapkan oleh Allah SWT dan Rosul-Nya untuk kesejahtraan manusia di dunia dan di aherat, karena tiga bulan yang berturut-turut yakni Rojab, sya’ban dan Romadlon adalah bulan dimana manusia mendidik dirinya untuk semakin dekat dengan Allah SWT tetapi bagaimana hukumnya dengan hadits yang dloif atau bahkan maudlu’? . Hadits dloif merupakan hadits yang lemah, hal ini bisa terjadi karena faktor isi (matan hadits) atau bisa jadi karena kondisi periwayat hadits (sanad perowi) yang dinilai lemah.

Oleh karena itu hadits ini bisa dijadikan dalil selain aqidah dan ibadah , karena hadits dloif bukanlah berarti hadits yang salah sehingga tidak dapat dipergunakan, bisa jadi kelemahan itu karena faktor-faktor yang lain, hal semacam itu telah diperjelas oleh banyak ulama’ hadits hususnya dalam ilmu mustolah hadits,

Sedangkan hadits maudlu’ adalah hadits palsu , jadi hadits ini jelas tidak dapat dipergunakan sebagai dasar untuk melakukan amal apapun. Lalu bagaimana dengan amalan yang tidak pernah dilakukan oleh rosulullah SAW? Apakah hal itu dianggap bid’ah juga?,

.Bagaimana munkin kita mempersilahkan orang bermain musik, berjoged, antara laki-laki dan wanita yang bukan muhrimnya dan ada didepan mata kita?, sementara kita justru bersitegang dan berselisih pendapat hanya karena amalan-amalan sunah yang berisi pengajian , pembacaan kalimah thoyyibah, dzikir dan lainya hanya karena amalan tersebut didasarkan pada hadits yang dloif?. Bagaimana dengan sayyidina umar yang menentukan sholat terawih pada waktu isya’ (sore hari) padahal rosulullah melakukanya pada dini hari yang beliau sebut dengan bid’ah hasanah (bid’ah yang baik)?, dan bagaimana dengan sayyidina anas yang telah meriwayatkan dengan getol-getolnya hadits tentang qunut, sementara beliau sendiri tidak menjalankan qunut?

Wallahu ‘Alam

ROJAB PEMBUKA SUKSES

Allahumma bariklanaa fii rojaba wasya’bana, wa ballighna romadlonaa….”Yaa Allah berikan kami keberkahan tetkala masuk dibulan rojab dan bulan sya’ban dan sampaikanlah usia kami menjumpai bulan Romadlon…”(H.R. Ahmad dan Bazzar.

Ditengah hiruk-pikuk suasana, dampak kenaikan BBM terasa dimana-mana, pekerjaan semakin sulit didapat, sementara kebutuhan terus meningkat, kekerasan kita temukan dimana-mana, banyak orang menghalalkan cara demi meraih sukses dan mendapatkan upah, tidak ada salahnya kita mencoba menengok kembali perjalanan hidup kita pada waktu lalu, sebagai bahan evaluasi diri, dan perjalanan kita terasa amat cepat dengan tidak terasa kita sudah memasuki bulan Rojab (yang berarti kurang dua bulan lagi kita ketemu dengan romadlon) sudahkah kita persiapkan diri kita? Agar menjadi orang yang mulia? Doa ini yang diajarkan Rosululah SAW kepada kita semua, tetkala kita memasuki bulan Rojab dan Sya’ban sebagai awal pembuka sukses di bulan-bulan berikutnya, Sungguh indah makna yang terkandung dalam do’a tersebut, sering kita memikirkan bahwa kita bisa saja setiap saat mengalami kematian, dimana saja, kapan saja yang akan mengubur cita-cita dan sebagai bukti ketidak berdayaan kita..

Kedua bulan itu termasuk waktu-waktu yang sangat dianjurkan oleh Rosulullah SAW untuk memperbanyak ibadah, sebagaian masyarakat berpendapat bahwa bulan rajab memiliki kehususan tertentu sehingga masyarakat dari zaman ke zaman telah melakukan berbagai acara husus untuk mengagungkannya..

Tradisi jahiliyah

Diantra tradisi yang pernah terjadi pada zaman jahiliyah adalah mereka menganggap bulan rajab adalah sebagai bulan kesialan dalam hidup mereka, baik sial dalam berusaha, sial dalam berumah tangga, sial dalam usianya, sehingga untuk menepis kesialan tersebut mereka harus melakukan suatu upacara dan ritualan dengan memotong kambing dan membuat sesaji yang nantinya akan dijadikan tumbal dalam hidupnya yang dinamakan Al Athiroh, peristiwa semacam ini sedikit banyak masih melekat dikalangan atau peradaban masyarakat kita dimana mereka perlu membuat sesaji dan ritual tertentu dalam menghilangkan kesialan dirinya.

Bulan Mulia

Rojab diambil dari bahasa “Rojaba Al Rojulu Rojaban” yang artinya seseorang yang telah mengagungkan dan memuliyakan , dinamai rajab karena mereka dahulu sangat mengagungkanya yaitu dengan tidak menghalalkan perang dibulan tersebut. Islam berpendapat bahwa tidak ada satu bulanpun yang mendatangkan kesialan kepada manusia.

Tentang keutamaan bulan Rajab Allah SWT berfirman yang artinya “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah diwaktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya empat bulan hurum. Itulah ketetapan agama yang lurus maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu”. Q.S. At Taubah ayat 36.

Rosulullah SAW bersabda yang artinya “Bulan Rojab adalah bulan Allah yang Agung dan bulan kemuliaan, didalam bulan ini perang dengan orang kafir diharamkan, rojab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Romadlon adalah bulan bagi umatku.”

Imam At Thobari berkata “Bulan itu ada dua belas bulan, empat diantaranya merupakan bulan hurum (mulia) dimana orang-orang jahiliyah dahulu mengagungkan dan memuliyakan, mereka mengharamkan peperangan pada bulan tersebut hingga seandainya ada seseorang yang bertemu dengan pembunuh bapaknya dia tidak akan menyerangnya, bulan empat itu adalah Rojab Mudlorr, dan tiga bulan berurutan Dzul Qo’adah, Dzul Hijjah, Muharrom.” Demikian yang dinyatakan dalam hadits-hadits rosulullah tentang keutamaan bulan rojab tersebut dan masih banyak hadit-hadits yang lainya .

Beda pendapat dalam memuliyakan rajab.

Memang benar keutamaan bulan dalam kalender hijriyah itu bertingkat-tingkat, juga hari-harinya, misalnya bulan Romadlon lebih utama dari semua bulan, hari jumat lebih utama dari semua hari, malam lailatul qodar lebih utama dari semua malam dan lain sebagainya. Dengan adanya kemuliyaan itu sehingga berbagai kegiatan yang dilakukan untuk memuliyakannya, yang harus dipahami bahwa dasar pemuliyaan tersebut harus sesuai dengan syariat yang telah ditentukan. Jadi manakala ada yang hendak bermaksud memuliyakan bulan rojab dengan aktivitas yang melanggar syariat misalnya mengandung unsur kesyirikan jelas dilarang oleh islam, bisa jadi kegiatanya sama tetapi jika niatnya berbeda maka dalam penilaian Islam hal itu jelas berbedah, sebagai contoh ketika penduduk jahiliyah beranggapan bahwa untuk menghilangkan sial di bulan Rojab mereka memotong kambing sebagai tumbal keselamatan , ketika hal itu disampaikan kepada rosulullah SAW maka Beliau justru memerintahkan umatnya untuk menyembelih kambing juga tetapi dengan niatan yang berbeda, beliau bersabda “Potonglah kambing- kambing kalian hanya karena Allah semata dan potonglah kambing kalian pada bulan apa saja yang kamu sukai”. H.R. Sohihaini

Tetapi sementara ini dikalangan umat Islam masih terjadi perbedaan pendapat mengenai amalan-amalan dibulan rajab meskipun dasar pemikiranya beralasan dari hadits atau fatwa para ulama’, ada yang berpendapat bahwa amalan yang boleh dilakukan pada bulan rajab hanyalah amalan yang didasarkan atas Al Qur’an dan hadits soheh serta dilakukan oleh rosulullah SAW saja,

Bagaimana kita bersikap?

Terlepas adanya dari perbedaan pendapat, kemuliaan bulan rojab telah ditetapkan oleh Allah SWT dan Rosul-Nya untuk kesejahtraan manusia di dunia dan di aherat, karena tiga bulan yang berturut-turut yakni Rojab, sya’ban dan Romadlon adalah bulan dimana manusia mendidik dirinya untuk semakin dekat dengan Allah SWT tetapi bagaimana hukumnya dengan hadits yang dloif atau bahkan maudlu’? . Hadits dloif merupakan hadits yang lemah, hal ini bisa terjadi karena faktor isi (matan hadits) atau bisa jadi karena kondisi periwayat hadits (sanad perowi) yang dinilai lemah.

Oleh karena itu hadits ini bisa dijadikan dalil selain aqidah dan ibadah , karena hadits dloif bukanlah berarti hadits yang salah sehingga tidak dapat dipergunakan, bisa jadi kelemahan itu karena faktor-faktor yang lain, hal semacam itu telah diperjelas oleh banyak ulama’ hadits hususnya dalam ilmu mustolah hadits,

Sedangkan hadits maudlu’ adalah hadits palsu , jadi hadits ini jelas tidak dapat dipergunakan sebagai dasar untuk melakukan amal apapun. Lalu bagaimana dengan amalan yang tidak pernah dilakukan oleh rosulullah SAW? Apakah hal itu dianggap bid’ah juga?,

.Bagaimana munkin kita mempersilahkan orang bermain musik, berjoged, antara laki-laki dan wanita yang bukan muhrimnya dan ada didepan mata kita?, sementara kita justru bersitegang dan berselisih pendapat hanya karena amalan-amalan sunah yang berisi pengajian , pembacaan kalimah thoyyibah, dzikir dan lainya hanya karena amalan tersebut didasarkan pada hadits yang dloif?. Bagaimana dengan sayyidina umar yang menentukan sholat terawih pada waktu isya’ (sore hari) padahal rosulullah melakukanya pada dini hari yang beliau sebut dengan bid’ah hasanah (bid’ah yang baik)?, dan bagaimana dengan sayyidina anas yang telah meriwayatkan dengan getol-getolnya hadits tentang qunut, sementara beliau sendiri tidak menjalankan qunut?

Wallahu ‘Alam

Diantar Jalan Ihsan


Sesungguhnya Allah SWT mewajibkan untuk berbuat ihsan (terbaik dan terorganisir) atas segala sesuatu urusan, apabila kamu membunuh maka berbuat baiklah kamu dalam membunuh, apabila kamu memotong hewan maka berbuat baiklah kamu dalam memotong, dan hendaklah kamu pertajam pisau kamu. H.R.Muslim

Alkisah, dalam kitab Ar bain Nabawi karya Al Imam An Nawawi disebutkan bahwasanya telah datang Malaikat Jibril menemuhi Rosulullah SAW dengan menjelma manusia, yang pada waktu itu memberikan pelajaran kepada para sahabat,tentang sendi dan dasar islam ada tiga perkara yaitu islam, iman, dan ihsan

Allah tabaraka wa ta’ala telah berfirman, ”Bagi orang-orang yang berlaku ihsan,ada al-husna (pahala yang terbaik; surga) dan ziyadah (tambahannya; kenikmatan berjumpa dan melihat Allah).” (Q.S. Yunus: 26). Ayat ini memberikan makna kepada kita bahwa orang-orang yang berbuat ihsan dalam amalnya akan mendapatkan pahala yang terbaik sekaligus dengan tambahannya, sebagai suatu anugerah dari Allah ta’ala. Mayoritas ahli tafsir menyatakan bahwa yang dimaksud “al-husna” (pahala yang terbaik) adalah surga,sedang yang dimaksud “ziyadah” (tambahannya) adalah berjumpa dan melihat Allah swt.

Ihsan didalam beramal merupakan salah satu dari tiga rukun agama, yang hal ini pernah ditanyakan oleh malaikat Jibril kepada Nabi kita Muhammad saw. Dia mendatangi beliau dalam rupa seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak kelihatan padanya bekas-bekas perjalanan jauh,disaksikan sekian banyak sahabat. Dia bermaksud mengajarkan urusan agama kepada mereka.

Ihsan adalah suatu maqom yang agung disisi Alloh swt. Tidak mungkin membatasi ihsan dengan cara-cara dan metode-metode tertentu untuk meraihnya karena ihsan adalah hal yang (hanya) dapat dapahami dengan “dzauq” (daya rasa yang tinggi) beserta amal yang shidiq (benar-benar jujur), suluk (tingkah laku) yang istiqomah, hati yang jernih dan perilaku yang baik. Cukup untuk menggambarkannya bila kita mengarahkan pandangan kepada ungkapan Rasulullah saw, dalam surat-surat beliau yang dikirimkan kepada raja-raja dan pemimpin-pemimpin dunia dalam rangka menyeru mereka kepada Islam, “Aslim taslam (masuk Islamlah niscaya Anda selamat/sejahtera).” Ungkapan ini tampak berupa amar (seruan), namun hakikat maknanya adalah syarat sekaligus jawabnya, yakni “Intuslim taslam” (jika Anda memeluk Islam maka Anda selamat/sejahtera). Didalam ungkapan ini dengan demikian ada jaminan yang tegas dari Rasulullah saw, bahwa orang yang masuk Islam akan mendapatkan salam (kesejahteraan/kesentosaan) dan salamah (keselamatan) yang keduanya merupakan keinginan besar yang ingin dicapai semua orang. Hal ini sesuai makna yang dikandung oleh lima rukun Islam. Kandungan lima rukun Islan tampak sederhana, namun dibalik itu ia memiliki makna-makna yang agung, sebagai berikut,

I. Dua kalimat syahadat. Dua kalimat syahadat mengandung makna ikrar terhadap kerububiyahan Allah swt, didalam mentarbiyah manusia atas dua jenis tarbiyah.

1. Tarbiyah yang bersifat fisik dengan menumbuhkembangkan tubuh manusia hingga mencapai kedewasaan (tingkat maksimal) dan meningkatkan potensi kekuatannya baik dari segi pola jiwa maupun pola pikir.

2. Tarbiyah yang bersifat keagamaan dan tasyri’iyah melalui wahyu yang diturunkan-Nya kepada setiap individu umat manusia agar akalnya sempurna dan jiwanya bersih sehingga manusia dapat mempergunakan akal di dunia ini untuk memahami sisis-sisi dari dua tarbiyah itu. Dua jenis tarbiyah itu menjadi inti dari keberhakan Allah swt, atas pujian dan kespesialan-Nya untuk dipuji, bukan yang lain-Nya, seperti tergambar dari firman Allah swt, diawal surat al-Fatihah, “Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.” (Q.S. al-Fatihah: 2). Ini adalah sumber kesejahteraan, keselamatan dan segala kebaikan yang ingin diraih manusia dari sisi kehidupannya yang bersifat materi maupun ruhiyah. Hal ini laksana pendahuluan dan persiapan menanamkan keimanan yang kokoh dalam jiwa dan menyiapkannya untuk mempraktikkan apapun syariat (hukum agama) yang telah ditetapkan oleh Allah swt, dengan penuh kerelaan, ketenangan, ketaatan, kepatuhan, ketundukan dan kerendahan.

II. Mendirikan shalat. Mendirikan shalat mengandung makna pentingnya menjalin hubungan dengan Allah swt, dengan selalu mengingat-Nya. Berhubungan dengan Allah swt adalah sumber keselamatan, kebahagiaan dan ketentraman jiwa. Allah swt berfirman, “Dan tegakkanlah shalat untuk mengingat-Ku.” (Q.S. Thaha: 14). “Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain).” (Q.S. al-Ankabuut: 45). “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu)orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya.” (Q.S. al-Mu’minun: 1-2). “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram.” (Q.S. ar-Ra’d: 28). Hal itu tentunya dengan melaksanakan shalat sesuai dengan ketentuannya; dalam waktu-waktunya yang telah dimaklumi lengkap dengan rukun-rukunnya,syarat-syaratnya, adab-adabnya dan menghindari hal-hal yang membatalkannya serta memperhatikan konsentrasi hati dan kekhusyu’an.

III. Mengeluarkan zakat. Mengeluarkan zakat mengandung makna pentingnya hubungan manusia dengan sesamanya, berbuat baik kepada sesama, dengan jalan memberikan zakat, sebagaimana digambarkan oleh firman Allah swt. “Dan mereka mengeluarkan zakat.” Atau memberikan sedekan sunnah seperti tergambar dalam firman Allah swt. “Sesungguhnya sedekah-sedekah itu…” (Q.S. at-Taubah: 60). Sesungguhnya sedekah adakalanya wajib dan adakalanya sunnah. Atau bersedekah dengan kebaikan apa saja karena sedekan tidak mesti harus dengan harta benda saja. Berdasarkan hadits, “Setiap kebaikan adalah sedekah.” Sehingga Rasulullah saw. bersabda, “Menahan diri dari keburukan adalah sedekah.” Menahan diri dari keburukan dinamakan sedekah padahal ia adalah sedekah untuk pribadi orang yang bersedekah, bukan kepada orang lain.

Mengeluarkan zakat merupakan sumber keselamatan yang digambarkan secara tersirat dalam firman Allah swt, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (Q.S. at-Taubah: 103). Yakni, zakat dapat membersihkan diri orang yang kaya (borjuis) dari sifat pelit dan kikir dan membersihkan diri orang yang fakir (protelar) dari dendam kesumat dan hasud terhadap orang-orang kaya. Zakat juga dapat membuat harta kekayaan berkah dan tumbuh berkembang, menghilangkan perang antar kelas/strata dimasyarakat, ikut ambil bagian dalam pembiayaan negara, menyelesaikan sekian banyak kemaslahatan, meringankan beban anggaran negara, dan sebagainya. Atas dasar ini, khalifah Abu Bakar ash-Shiddiqra. Menyatakan kepada pihak yang enggan mengeluarkan zakat, “Demi Allah, sungguh aku akan memerangi orang-orang yang telah memisahkan antara shalat dengan zakat, karena zakat adalah kewajiban terhadap harta. “Demi Allah, seandainya mereka enggan mengeluarkan zakat kepadaku berupa seutas tali (atau seekor unta) yang dahulu biasa mereka keluarkan kepada Rasulullah saw. Niscaya aku akan memerangi mereka karena keengganannya itu.” Sahabat Umar bin Khattab ra. Memberikan komentar, “Demi Allah, tidak ada ini kecuali aku memandang bahwa Allah telah melapangkan dada Abu Bakar untuk berperang, maka aku menyadari bahwa hal itu (ungkapan Abu Bakar) adalah benar.”

III. Puasa Ramadhan. Puasa Ramadhan mengandung makna urgensitas imsak (menahan diri) dari hawa nafsu. Dan imsak (manahan diri) dari hawa nafsu merupakan sumber keselamatan dari kebingungan dan kegoncangan dalam kehidupan pada saat masyarakat secara terang-terangan tamak dan rakus serta bersaing/berebutan (secara tidak sehat) atas dunia dengan segala perhiasannya seperti kita saksikan sekarang ini. Karena itu, Rasulullah saw. Bersabda, “Ada empat perkara. Barang siapa menghimpun empat perkara itu dalam dirinya, maka Allah ta’ala mengharamkan dia masuk neraka dan menjaga dia dari setan, yaitu barang siapa dapat menahan dirinya 1) pada saat suka atau ingin (dan fasilitas ada), 2) pada saat takut/khawatir, 3) pada saat dia suka/ingin (tapi fasilitas tidak ada), dan 4) pada saat dia marah…”. Hadits ini diungkapkan oleh al-Hakim at-Tirmidzi dalam kitab Nawadirul Ushul hal. 362.

V. Hajji ke Baitullah. Hajji kebaitullah mengandung makna pentingnya kesatuan kalimat (visi) dan persatuan barisan umat Islam demi kokoh dan tegaknya persaudaraan yang didasarkan pada keimanan. Umat Islam jika mereka mampu untuk berkumpul disekitar rumah Allah yang agung dengan satu perasaan, karena adanya rumah Allah yang diberkahi itu, sebagaimana firman Allah swt. “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk manusia adalah Baitullah yang di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.” (Q.S. Ali Imran: 96). Dan karena doa luhur Nabi Ibrahim as., “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman didekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang de4mikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (Q.S. Ibrahim: 37). Maka mengapa umat Islam tidak/belum mampu berkumpul atas kalimat yang satu dibawah kepemimpinan satu imam yang diagungkan dan dihormati sebagaimana telah dijalankan oleh pendahulu-pendahulu mereka? Sampai kapan percekcokan, perpecahan,perselisihan,kehinaan,kerendahan dan “al-wahan” (kelemahan mental) karena adanya sekian banyak krisis internal terkait dengan keteladanan, kepemimpinan, tanggung jawab, kejujuran, wafa’ (memenuhi janji, balas jasa) dan ghirah?

Dari sini semestinya kita memulai amal dengan perenungan-perenungan selintas kilas tentang tema ini agar kita berjumpa (bertatap muka) sekaligus berkumpul, tidak sekadar berjumpa saja tanpa berkumpul, agar perenungan-perenungan itu mengantarkan kita kepada prinsip ihsan karena menyadari makna rukun-rukun Islam sebagai suatu mafahim, tidak hanya sekadar maklumat, dalam rangka memperhatikan urusan agama yang hanif ini, seraya berharap dapat bergabung bersama kelompok yang telah disifati Allah swt. dalam al-Quranul Karim, dengan firman-Nya, “Diantara orang-orang mu’min itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka diantara mereka ada yang gugur. Dan diantara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak merubah janjinya.” (Q.S. al-Ahzaab: 23). Semoga Allah swt. menjaga dan melindungi kita semua. Amiin.